Kiwoom menyoroti siklus pasar batu bara yang cenderung bergantian antara fase bearish dan bullish, masing-masing 2–3 tahun. Contohnya, setelah koreksi dalam di 2019, harga batu bara melonjak tiga tahun berturut-turut hingga 2022. Kini, setelah kejatuhan 64 persen di 2023 dan penurunan lanjutan pada 2024–2025, peluang untuk rebound mulai muncul.
Secara teknikal, kata Kiwoom, harga batu bara disebut sudah beberapa pekan bertahan di atas MA10 – level yang belum pernah tercapai sejak November 2024. Jika terjadi golden cross antara MA10 dan MA20, ini bisa menjadi sinyal kuat bagi terbentuknya uptrend jangka pendek. Kiwoom menyarankan strategi beli atau average up jika harga menembus 102 (MA20), dengan target harga 115, 120–123, dan 140. Support terdekat berada di 100, 97,5, dan 94.
Dari sisi makro, beberapa faktor mendukung potensi kenaikan harga komoditas secara umum, termasuk pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) yang secara historis berbanding terbalik dengan harga komoditas.
Selain itu, transisi energi hijau diperkirakan akan meningkatkan permintaan logam strategis seperti nikel dan tembaga. Defisit investasi tambang dan inflasi struktural juga menjadi katalis yang dapat mendorong investor untuk beralih ke aset riil seperti batu bara.
Namun, Kiwoom Sekuritas tetap mengingatkan risiko yang perlu diwaspadai: potensi resesi global, kebijakan suku bunga tinggi yang masih bertahan lama, serta kelebihan pasokan (oversupply) nikel yang masih membayangi.