"Kami menyadari pentingnya lingkungan dengan keanekaragaman hayati yang harus dijaga dengan baik, hal tersebut menjadi aspek penting dari kebijakan keberlanjutan perusahaan. Kami terus berusaha dan berharap kolaborasi dalam melindungi orangutan dapat terus berlangsung dengan baik, sehingga keberadaan perseroan dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat," tuturnya.
Saat ini, Pulau Salat menampung 41 individu orangutan di dua pulau di Gugusan Pulau Salat, yakni Pulau Badak Besar dan Pulau Badak Kecil masing-masing seluas 123 hektare dan 104 hektare. Para orangutan ini terutama adalah hasil sitaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat dari peliharaan warga sehingga diharapkan orangutan ini bisa kembali pada kodrat aslinya sebagai hewan liar.
Head of Sustainibility SSMS Henky Satrio Wibowo menambahkan, Pulau Salat merupakan salah satu dari empat program Remediation and Compensation Plan (RaCP) yang dijalankan perseroan sebagai komitmen terhadap sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Program ini berjalan secara efektif sejak 2017.
"Ini baru berjalan delapan tahun dan kita akan jalankan ini sampai memenuhi ketentuan RSPO 25 tahun. Ke depan, kita akan lakukan pengembangan supaya ini bisa menjadi tempat riset atau studi penelitian orangutan," katanya.
Henky menilai SSMS ingin menunjukkan bahwa bisnis sawit atau CPO tidak bertentangan dengan orangutan. Tak hanya menjaga lingkungan, program Pulau Salat ini juga memberdayakan masyarakat sekitar. Selain mempekerjakan warga lokal, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) juga menyuplai kebutuhan pakan harian orangutan yang mencapai 200 kilogram per hari berupa buah-buahan dan sayuran.