IDXChannel – Emiten konstruksi BUMN, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mencatatkan kinerja keuangan yang ambruk di triwulan I-2022.
Sebagaimana disampaikan dalam laporan keuangannya, laba bersih yang dibukukan oleh WIKA di triwulan I-2022 hanya sebesar Rp1,33 miliar. Adapun jumlah ini sudah merosot hingga 98,30 persen secara year on year (yoy).
Padahal, di triwulan I tahun lalu, WIKA masih mampu membukukan laba bersih sebesar Rp78,16 miliar.
Selain laba bersih yang merosot, pendapatan bersih WIKA juga ikut anjlok hingga minus 19,40 persen secara yoy menjadi Rp3,16 triliun. Merosotnya pendapatan bersih WIKA di periode ini salah satunya disebabkan oleh melonjaknya berbagai beban pendapatan emiten.
Adapun beban yang melesat secara signifikan adalah beban pajak dan penghasilan yakni naik mencapai 1.945,45 persen dibanding triwulan I-2021 menjadi Rp7,37 miliar.
Sementara beban lainnya yang ikut meningkat yaitu beban penjualan yang naik hingga 99,95 persen menjadi Rp3,07 miliar di triwulan I-2022. Sedangkan laporan keuangan WIKA juga mencatat, beban umum dan administrasi juga tumbuh 19,76 persen menjadi Rp202,20 miiar.
Amblesnya kinerja keuangan WIKA di periode ini diiringi dengan utang atau liabilitas yang meningkat. Adapun berdasarkan laporan keuangannya, WIKA mencatatkan liabilitas jumbo sebesar Rp51,72 triliun di triwulan I-2022.
Selain utang yang tinggi, WIKA juga memiliki debt to equity ratio (DER) yang lebih tinggi dibanding rata-rata industri. Asal tahu saja, DER adalah rasio utang dibandingkan dengan ekuitas.
Sementara DER dari emiten BUMN Karya ini mencapai 3,98 kali. Padahal, DER industri konstruksi hanya sebesar 1,24 kali.
Meningkatnya utang perusahaan pelat merah ini didorong oleh proyek pembangunan infrastruktur besar-besaran di Tanah Air di tengah pandemi Covid-19. Di samping itu, pandemi menyebabkan pemerintah menyesuaikan alokasi dana pembangunan untuk penanganan krisis.
Dampaknya, jumlah utang emiten ini terus bertambah dalam jumlah besar sehingga terancam mengalami kesulitan keuangan di tengah kondisi pandemi. Sementara ditundanya pelaksanaan proyek dan gangguan arus kas dapat menimbulkan masalah bagi emiten ini.
Saham WIKA Mulai Pulih Seiring Sentimen Positif IKN
Meski kinerja keuangannya sedang turun, saham WIKA kembali melesat pada penutupan sesi I perdagangan Jumat (12/8)disertai dengan volume yang tinggi. Volume tinggi tersebut bisa diartikan bahwa minat investor terhadap saham ini sedang meningkat.
Adapun Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode tersebut mencatat, saham WIKA melesat hingga 6,09 persen ke level Rp1.045/saham.
Selain itu, dalam sebulan terakhir saham WIKA juga masih menguat. Berdasarkan data BEI pada Senin (22/8), saham WIKA melesat hingga 9,78 persen sepanjang sebulan terakhir.
Walaupun memang, sahamnya dalam sepekan terakhir merosot minus 3,81.Sedangkan secara year to date(YTD), saham WIKAmasih melemah di angka minus 8,60 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)
Terkereknya saham emiten ini seiring dengan sentimen positif dari proyek pembangunan ibu kota negara baru atawa IKN. Adanya proyek tersebut tentunya melibatkan kerjasama dengan berbagai BUMN Karya melalui proses mekanisme tender.
Menurut riset BRI Danareksa Sekuritas bertajuk “Equity Research Construction” yang diterbitkan pada Jumat (12/8), agenda ini dapat menjadi sentimen positif bagi perusahaan konstruksi yang terlibat.
“Rencana progresif pembangunan proyek IKN dan potensi anggaran infrastruktur yang lebih tinggi di tahun depan akan menjadi katalis kuat untuk sektor ini,” tulis analisBRI Danareksa Sekuritas, Muhammad Naufal Yunas.
Adapun WIKA turut terlibat dalam proyek pembangunan IKN. Menurut Sekertaris Perusahaan Wijaya Karya, Mahendra Wijaya, emiten tersebut akan menyasar proyek infarstruktur, pembangkit listrik, serta instalasi pengolahan air bersih dan limbah.
Di sisi lain, saham emiten ini memasuki masa downtrendatau mengalami penurunan sejak pandemi Covid-19 di tahun 2020 silam. Pada 28 Februari 2020, saham WIKA ambles menjadi Rp830/saham di perdagangan 20 Maret 2020.
Padahal, saham emiten konstruksi ini pernah menembus di level Rp2.160/saham pada penutupan perdagangan 10 Januari 2020.
Periset: Melati Kristina
(ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.