Meski demikian, ia menyebut ada sejumlah katalis global yang patut dicermati sepanjang semester II-2025 dan berpotensi mengubah arah pergerakan pasar. Salah satu faktor utama adalah arah kebijakan suku bunga Amerika Serikat (AS) serta rencana restrukturisasi utang negara tersebut.
“Akan ada potensi bagi AS untuk memangkas suku bunga Federal Reserve (The Fed). Kemudian, di saat yang bersamaan, ada restrukturisasi utang yang akan dilakukan oleh AS,” katanya.
Michael menilai, jika dua kebijakan tersebut berjalan sesuai harapan, maka Indonesia berpeluang mendapat ruang untuk melonggarkan kebijakan moneternya sendiri. “Jika terjadi pemangkasan suku bunga serta restrukturisasi utang yang dilakukan AS berjalan mulus, maka ini akan memberikan ruang yang cukup lega bagi Indonesia untuk melakukan pelonggaran moneter,” ujarnya.
Namun, dari sisi domestik, tantangan masih besar. Menurutnya, tekanan terhadap IHSG juga datang dari lemahnya konsumsi masyarakat. “IHSG saat ini masih berkutat dengan lemahnya daya beli,” kata Michael, merujuk pada data laporan keuangan sektor perbankan yang menunjukkan penurunan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM).
“Hal ini tercermin dari laporan keuangan perbankan yang mengalami kontraksi dari NIM yang menurun,” katanya.