sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

RKAB Bakal Jadi Tahunan, Analis Soroti Dampaknya ke Saham Batu Bara hingga Nikel

Market news editor TIM RISET IDX CHANNEL
09/07/2025 14:47 WIB
Analis menyoroti usulan terbaru dari Kementerian ESDM terkait rencana perubahan kebijakan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pertambangan.
RKAB Bakal Jadi Tahunan, Analis Soroti Dampaknya ke Saham Batu Bara hingga Nikel. (Foto: Freepik)
RKAB Bakal Jadi Tahunan, Analis Soroti Dampaknya ke Saham Batu Bara hingga Nikel. (Foto: Freepik)

IDXChannel – Analis menyoroti usulan terbaru dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait rencana perubahan kebijakan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pertambangan.

Pada 3 Juli 2025, Menteri ESDM mengusulkan agar masa berlaku RKAB dikembalikan menjadi satu tahun, dari sebelumnya tiga tahun, mulai 2026.

Menurut ESDM, kebijakan ini bertujuan memperketat pengendalian pasokan, khususnya untuk batu bara dan bijih nikel, guna menyeimbangkan suplai dan permintaan. Pemerintah berharap, persetujuan RKAB tahunan bisa mengurangi kelebihan produksi, menjaga harga komoditas tetap stabil, serta meningkatkan pendapatan negara.

CGS International (CGSI) Indonesia menilai, dalam riset yang terbit pada 3 Juli 2025, kebijakan ini berpotensi mengangkat harga batu bara dan nikel, terutama di tengah melemahnya harga Indonesia Coal Index (ICI) yang saat ini terpuruk akibat kelebihan pasokan dan rendahnya permintaan dari China. Di sektor nikel, pasokan yang lebih ketat dinilai bisa mendongkrak harga bijih nikel di atas harga patokan mineral (HPM) nasional.

Namun, CGSI juga mengingatkan, perubahan ini dapat menyulitkan perencanaan jangka panjang perusahaan batu bara. Sistem RKAB tiga tahun sebelumnya memberikan fleksibilitas bagi emiten dalam menyusun rencana operasional jangka panjang sesuai kondisi pasar.

Sejauh ini, pelaku industri masih menunggu kejelasan lebih lanjut terkait implementasi kebijakan tersebut, termasuk apakah RKAB 2026 yang sudah disetujui tetap berlaku atau perlu diajukan ulang.

Di pasar saham, CGSI memperkirakan kebijakan ini bisa menjadi katalis positif jangka pendek bagi saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) karena potensi kenaikan harga bijih nikel. Sebaliknya, saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) cenderung kurang diuntungkan karena kebijakan RKAB yang lebih ketat berisiko memengaruhi operasionalnya.

CGSI juga mencermati emiten smelter seperti PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL). Keduanya dinilai akan terdampak dari potensi kenaikan biaya bahan baku karena sekitar 30 persen pasokan bijih mereka berasal dari pihak ketiga. Meski demikian, CGSI tetap merekomendasikan beli (add) untuk NCKL berkat efisiensi biaya yang kuat.

Di sektor batu bara, CGSI menilai kebijakan ini dapat membantu menopang harga dan merekomendasikan saham PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI).

Sementara itu, dampak kebijakan ini terhadap produsen emas dan tembaga dinilai terbatas. CGSI tetap menjagokan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) sebagai pilihan utama di sektor komoditas karena mendapat dukungan dari harga emas dan tembaga yang solid.

Secara umum, CGSI mempertahankan rating neutral untuk sektor pertambangan, dengan mencermati beberapa risiko. Potensi positif bagi sektor ini antara lain stimulus ekonomi di China, meredanya perang tarif, serta berkurangnya pasokan nikel.

Di sisi lain, risiko negatif berasal dari kurangnya stimulus, ketegangan tarif yang berlanjut, dan potensi banjir pasokan nikel. Untuk harga emas, CGSI menilai pergerakannya akan sangat bergantung pada tensi perang dagang global. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement