IDXChannel - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat penurunan dalam sepekan terakhir, tertekan oleh pelemahan saham-saham konglomerat besar yang menjadi kontributor utama penurunan indeks.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG turun signifikan 2,57 persen ke level 7.915,66 pada Jumat (17/10/2025). Sepanjang pekan, indeks acuan ini hanya sekali ditutup menguat, sementara pada empat hari perdagangan lainnya berakhir di zona merah.
Secara keseluruhan, IHSG mencatat penurunan 4,14 persen dalam sepekan. Tekanan jual asing turut memperdalam pelemahan, dengan investor asing membukukan jual bersih (net sell) besar mencapai Rp4,23 triliun di pasar reguler.
Dari daftar top laggards, sejumlah emiten milik Grup Barito Energi milik Prajogo Pangestu tercatat menjadi penekan indeks.
Saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT) anjlok 14,72 persen dan menyeret IHSG 37,43 poin. PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) juga terkoreksi 14,51 persen dan mengurangi 25,28 poin dari indeks, sementara PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) turut membebani dengan penurunan masing-masing 5,58 persen dan 23,28 persen.
Grup Lippo juga masuk jajaran pemberat IHSG. Saham PT Multipolar Tbk (MLPT) anjlok 2,04 persen, memberi tekanan 31,59 poin terhadap indeks.
Sementara itu, Grup Sinarmas melalui PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) turun 6,55 persen dan mengurangi 25,49 poin IHSG. PT DCI Indonesia Tbk (DCII), yang dimiliki oleh Toto Sugiri, juga merosot 5,53 persen dengan kontribusi negatif 15,98 poin terhadap indeks.
Selain itu, saham bank pelat merah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) turut menekan kinerja indeks, dengan kontribusi penurunan terbesar mencapai 37,50 poin.
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menilai pergerakan asing mulai menunjukkan tanda-tanda arus keluar dari pasar saham Indonesia, khususnya di saham-saham konglomerat. Ia mengaitkan pergeseran ini dengan dinamika geopolitik terkini.
“Saya memproyeksikan bahwa ada arus outflow dari asing yang belakangan cukup aktif di saham-saham konglo. Hal ini dipicu oleh pernyataan Donald Trump yang mengatakan akan menetapkan tarif 100 persen untuk China,” ujar Michael, Jumat (17/10/2025).
Ia menambahkan, tekanan tersebut juga tercermin dari data transaksi ETF yang menunjukkan arus keluar dari IHSG. Dari sisi teknikal, pola pergerakan indeks turut memperkuat sinyal pelemahan jangka pendek.
“IHSG terkonfimasi pola head and shoulders, dengan neckline yang terkonfirmasi di angka 8000. Maka, IHSG berpeluang untuk terkoreksi hingga 7.750-7.726,” tuturnya.
Meski begitu, Michael menilai ada peluang pembalikan arah apabila indeks mampu bertahan di kisaran koreksi tersebut. “Jika IHSG mampu mempertahankan area koreksi ini, maka ada potensi reversal setelah itu,” ujarnya.
Ia mengingatkan, proses pemulihan tidak akan berlangsung cepat. “Namun, koreksi yang dalam kemarin, memerlukan waktu untuk rebound, yang biasanya akan terjadi periode akumulasi yang condong ke sideways area,” imbuh Michael.
Penurunan tajam IHSG terseret anjloknya bursa saham Asia pada perdagangan Jumat (17/10/2025), di tengah sentimen negatif dari Wall Street menyusul kebangkrutan dua perusahaan besar Amerika Serikat (AS).
Indeks Nikkei 225 turun 1,44 persen, sementara Hang Seng merosot 2,48 persen. Aksi jual meluas ke Kospi Korea Selatan dan Straits Times Index (STI) Singapura, mencerminkan kekhawatiran investor global terhadap potensi gelombang gagal bayar baru. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.