IDXChannel - Saham-saham bank besar tertekan dalam beberapa bulan terakhir, seiring tekanan beruntun dari aksi jual investor asing hingga kekhawatiran terhadap kebijakan pemerintah.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham bank BUMN PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) melemah 3,64 persen dalam sepekan, turun 10,18 persen dalam sebulan, dan terkoreksi 0,56 persen sejak awal tahun 2025 (year-to-date/YtD).
Investor asing mencatatkan aksi jual bersih (net sell) di BBNI Rp3,26 triliun di pasar reguler sejak awal Januari 2025 hingga saat ini.
Saham bank pelat merah lain, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), juga tercatat turun 10 persen dalam sebulan dan berkurang 4,05 persen YtD. Sementara itu, saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) terdepresiasi 8,86 persen sejak awal tahun.
Tak jauh berbeda, saham bank Grup Djarum, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), melemah 3,36 persen dalam sebulan terakhir. Investor asing melakukan jual bersih BBCA Rp2,75 triliun selama periode tersebut.
Secara keseluruhan, investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp8,04 triliun di pasar reguler BEI dalam sebulan terakhir, dan total net sell mencapai Rp41,3 triliun sejak awal tahun ini.
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menyoroti sejumlah tantangan yang memengaruhi persepsi investor, terutama asing, terhadap pasar Indonesia, termasuk sektor perbankan.
Menurut Michael, saat ini ada berbagai persoalan yang membuat pandangan investor asing terhadap Indonesia menjadi kurang menarik. "Ada permasalahan yang cukup kompleks terhadap view investor asing di Indonesia," ujarnya, Senin (7/7/2025).
Ia menjelaskan, persoalan tersebut tak lepas dari rumitnya situasi politik dan ekonomi di Tanah Air, yang membuat investor asing cenderung menjauh.
"Selain dari rumitnya proses kebijakan politik ekonomi, kondisi GDP yang menurun, serta banyaknya berita korupsi yang ada, membuat posisi Indonesia kurang favorable bagi foreign," tutur Michael.
Michael menambahkan, sejumlah kebijakan pemerintah juga dipandang negatif oleh investor asing.
"Foreign melihat kebijakan seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), pengambilalihan kembali kepemilikan BRIS dari perbankan, serta penyuntikan modal besar untuk BUMN yang merugi tidak baik untuk ekonomi Indonesia," katanya.
Tak hanya itu, arus keluar dana asing dari investor aktif juga turut menekan kapitalisasi pasar perbankan.
"Outflow dari active investor foreign juga membuat market cap perbankan yang semakin menurun, yang membuat indeks MSCI dan FTSE juga meng-adjust bobotnya, menjadi downgrade," ujar Michael.
Di sisi lain, Michael juga menyinggung soal dampak IPO jumbo PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) yang terafiliasi dengan taipan Prajogo Pangestu terhadap likuiditas pasar.
"Well, jika kita melihat posisi CDIA yang akan melakukan IPO di bursa, likuiditas selama 1-2 minggu ikut berkurang," katanya.
Ia menambahkan, minat besar pada IPO CDIA dan beberapa emiten lainnya turut menyerap dana yang cukup signifikan dari pasar. "Rumornya oversubscribe CDIA dan 7 IPO lainnya menyerap likuiditas dari investor cukup besar," tutur Michael.
Namun, ia melihat peluang pemulihan likuiditas di pasar mulai terbuka pada bulan ini. "Juli menjadi momen pemulihan likuiditas tersebut, dan memiliki potensi yang baik untuk perbankan," demikian kata Michael mengakhiri analisisnya. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.