Rp7,0 triliun seiring kerugian yang dialami Perseroan.
“Indikator keuangan perseroan masih menunjukkan hasil yang baik, terlihat dari beberapa rasio keuangan penting di antaranya Quick Ratio sebesar 38 persen, Current Ratio sebesar 139 persen, Debt to Asset Ratio sebesar 5,41 persen, dan Debt to Equity Ratio sebesar 105,9 persen,” paparnya.
Fina menjelaskan, lambatnya pemulihan perekonomian global dan tekanan harga logam timah dunia di tahun lalu mengakibatkan penguatan mata uang AS dan lemahnya permintaan timah, karena tingginya persediaan LME yang berdampak pada menurunnya ekspor timah Indonesia sejak 2022 sampai saat ini.
Selain itu, penambangan timah tanpa izin yang terjadi di Bangka Belitung akibat tata kelola pertimahan yang belum membaik, berdampak negatif pada bisnis pertimahan di Indonesia khususnya perseroan.
“Kondisi ekonomi global dan domestik yang belum membaik serta lemahnya permintaan logam timah global ditengah aktifitas penambangan tanpa izin berdampak pada kinerja perseroan di tahun 2023,” beber dia.
“Pada 2024 TINS fokus pada peningkatan produksi melalui penambahan alat tambang dan pembukaan lokasi baru, strategi recovery plan dan program efisiensi berkelanjutan, manajemen optimis kinerja Perseroan di tahun ini akan lebih baik sesuai dengan target,” ucap Fina. (WHY)