"Ya kalau kisaran mungkin Rp150 per bulan itu seharusnya paling besar. Karena penghasilan maaf saja yang namanya pemulung dan pekerja kasar pabrik-pabrik cuma Rp1,5 juta," ucapnya.
Sherly membeberkan, sebanyak 123 KK belum menerima kunci hunian Kampung Susun Bayam. Sedangkan 75 KK di antaranya tergabung dalam persaudaraan warga kampung bayam (PWKB).
Selain itu, dia meminta Jakpro untuk mencontoh Kampung Akuarium yang dikelola oleh koperasi. Sedangkan biaya hunian Kampung Akuarium terjangkau.
"Contoh Akuarium itu kan korban penggusuran, nah mereka soal biaya itu ditanggung oleh koperasi dan kami juga mohon dikelola juga oleh koperasi. Akuarium tidak gratis, bayar tiap bulan Rp34 ribu dikali beberapa tahun, Rp2 juta sekian gitu," jelasnya.
"Satu warga di kali 5 tahun. Nah, kita mau seperti itu, setelah itu menjadi milik koperasi atau menjadi miliknya warga," tuturnya.
Sebelumnya, PT Jakpro kembali berdalih terkait warga eks Kampung Bayam yang belum dapat menghuni Kampung Susun Bayam (KSB) di Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
VP Corporate Secretary PT Jakpro, Syachrial Syarif membeberkan, status lahan KSB masih milik Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) DKI Jakarta.
Namun, Jakpro bersama Pemprov DKI Jakarta berkomitmen untuk mengakselerasi proses administrasi dan birokrasi pengelolaan KSB sehingga calon penghuni dapat segera masuk hunian secara legal.