IDXChannel – Australia optimistis dapat meraih banyak keuntungan dari ekspor bahan baku baterai ke Amerika Serikat (AS). Industri AS berusaha untuk mengejar ketertinggalannya dari China dalam hal teknologi energi bersih.
Dilansir dari Bloomberg pada Senin (29/5/2023), serangkaian kesepakatan antara penambang Australia dan produsen mobil AS mendorong peningkatan investasi terkait aktivitas eksplorasi dan pemurnian logam bahan baku baterai di Negeri Kanguru tersebut.
Menurut Menteri Perdagangan Australia Don Farrell, Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) yang ditandatangani Presiden AS Joe Biden baru-baru ini mempercepat kerja sama tersebut.
IRA menjanjikan hampir USD400 miliar dalam bentuk insentif dan kredit pajak untuk teknologi bersih mulai dari kendaraan listrik hingga manufaktur hidrogen.
Kredit untuk kendaraan listrik hanya diberikan jika sebagian besar mineral yang mereka gunakan diekstraksi atau diproses di AS atau negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS.
“Negara itu termasuk Australia,” kata Farrell.
Australia adalah pengekspor lithium terbesar di dunia yang merupakan bahan utama baterai kendaraan listrik. Australia juga memiliki cadangan nikel, kobalt, dan tanah jarang yang besar.
IRA merupakan bagian dari upaya AS untuk mengendalikan rantai pasokan energi bersih global dan mengurangi ketergantungannya pada China. Namun, Farrell mengatakan bahwa Australia juga ingin melayani pasar lain, termasuk China.
Selama ini, China merupakan pasar terbesar untuk mineral Australia. Hubungan diplomatik Australia dengan China telah menguat baru-baru ini setelah hubungan yang dingin selama bertahun-tahun.
(WHY/Anggerito Kinayung Gusti)