Anas bercerita, ternyata Inggris punya tantangan yang sama dengan Indonesia. Saat itu ada banyak layanan aplikasi (web service) yang dimiliki Inggris. Sementara untuk menyatukan berbagai platform pun membutuhkan waktu dan biaya.
“Ternyata juga tidak mudah, tantangannya juga sama. Di Inggris ketika web service cukup banyak untuk menjadikan satu web service, ternyata tantangannya juga besar, memerlukan waktu yang panjang,” kata dia.
Untuk mencapai target pelayanan digitalisasi yang efektif, pemerintah belajar dari Inggris melalui pendampingan Tony Blair Institute. Anas menyebut, saat ini tim Tony Blair Institute beraktivitas di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
“Di kantor kami ada tim Tony Blair Institute mendampingi kami. Selama proses tahapan ini, tim Dane Korea Selatan di lantai 8 ada di kantor Kemen Pak Yardi. Supaya apa? Arsitektur yang kita bangun, standar sebagaimana arsitektur internasional yang sering dikerjakan oleh berbagai negara,” ujar dia.
(Dhera Arizona)