IDXChannel - Indonesia mencatat sejarah baru di bidang telekomunikasi dengan meluncurnya Satelit Republik Indonesia (Satria-1). Satelit multifungsi (SMF) itu dirancang khusus untuk koneksi internet canggih yang dibuat oleh perusahaan Prancis, Thales Alenia Space.
Dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat (AS), dengan menumpang roket Falcon 9 dari perusahaan antariksa Elon Musk, SpaceX, Satria-1 mengudara di luar angkasa pada 19 Juni 2023 kemarin.
Satria menjadi capaian besar bagi Indonesia, lantaran merupakan satelit internet multifungsi terbesar di Asia dan nomor lima di dunia. Lantas, seperti apa sejarah satelit Satria-1?
Satria-1 merupakan salah satu proyek strategi nasional (PSN) di sektor telekomunikasi. Proyek ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan konektivitas layanan internet di seluruh wilayah di Indonesia, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T) dan perbatasan.
Berdasarkan keterangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), penggarapan proyek Satria-1 dimulai pada April 2019 lalu.
Pada tahun itu, Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI Kominfo) melaksanakan pelelangan pengadaan Badan Usaha Pelaksana Proyek Kerja sama pemerintah dengan Badan Usaha Satelit Multifungsi (Proyek KPBU Satelit Multifungsi) dengan menetapkan Konsorsium PSN sebagai pemenang lelang.
Konsorsium PSN terdiri dari PT Pintar Nusantara Sejahtera, PT Pasifik Satelit Nusantara, PT Dian Semesta Sentosa, dan PT Nusantara Satelit Sejahtera sebagai pemenang tender pada April 2019.
Konsorsium PSN lantas mendirikan Badan Usaha Pelaksana (BUP) yang menandatangani perjanjian Kerja sama pemerintah dan Badan Usaha. Adapun nama BUP proyek KPBU Satelit Multifungsi ini adalah PT Satelit Nusantara Tiga (SNT).
Melalui SNT, Konsorsium mulai mengerjakan Satria-1 dengan nilai investasi sebesar USD 545 juta atau setara dengan Rp 7,68 triliun (Kurs tahun 2019). Namun, mega proyek itu tidak dikerjakan secara mandiri, PT Satelit Nusantara Tiga pun menggandeng Thales Alenia Space.
Konstruksi fisik mulai dikerjakan sejak 2020 lalu dan ditargetkan beroperasi pada Desember 2023 atau awal tahun depan. Kominfo mencatat,
dari pengembangan Satria-1 juga melibatkan The North West China Research Institute of Electronic Equipment (NWIEE), Hughes Network Systems (HNS), Kratos dan SpaceX.
Mengorbit di Udara
Pada 19 Juni 2023, Satria-1 diluncurkan ke orbit oleh roket Falcon 9 milik Space Exploration Technologies Corporation (SpaceX), sebelum satelit ini berada di Payload Processing Facility SpaceX di Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat, setelah dikirim melalui moda transportasi laut selama 17 hari dari Cannes, Perancis.
Kominfo menyebut Satria 1 memiliki 11 stasiun bumi atau Gateway yang tersebar di berbagai lokasi strategis di Indonesia, termasuk Cikarang, Batam, Banjarmasin, Tarakan, Pontianak, Kupang, Ambon, Manado, Manokwari, Timika, dan Jayapura.
Setelah peluncuran, Satria-1 melakukan Electric Orbit Raising (EOR) selama sekitar 145 hari sejak pemisahan satelit dari kendaraan peluncurnya hingga tiba di posisi orbit 146 Bujur Timur. Di posisi orbit tersebut, satelit akan menjalani serangkaian tes, seperti In Orbit Testing (IOT), In-Orbit Acceptance Review (IOAR), dan End-to-End Test (E2E Test), untuk memastikan kinerja satelit yang optimal.
Adapun, satelit kebanggaan Indonesia ini memiliki kapasitas sebesar 150 Gbps. Karena itu, Satria-1 digadang-gadang bisa memberikan akses internet di 150.000 titik layanan publik.
Dengan total kapasitas transmisi satelit sebesar 150 Gbps, maka setiap titik layanan akan mendapatkan kapasitas dengan kecepatan sampai 1 Mbps. Dengan operasi transmisi lewat udara, memungkinkan layanan satelit menjangkau cakupan wilayah yang lebih luas lagi.
(FRI)