BANKING

AFPI: Tingkat Kepatuhan Masyarakat Bayar Utang Pinjol Turun 0,5 Persen

Iqbal Dwi Purnama 22/05/2023 13:05 WIB

AFPI menyatakan, tingkat kepatuhan masyarakat Indonesia dalam membayar utang mengalami penurunan sebesar 0,5% per Maret 2023.

AFPI: Tingkat Kepatuhan Masyarakat Bayar Utang Pinjol Turun 0,5 Persen. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan, tingkat kepatuhan masyarakat Indonesia dalam membayar utang mengalami penurunan sebesar 0,5% per Maret 2023, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor perlambatan ekonomi yang masih berlanjut pasca pandemi Covid-19.

Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengatakan, tingkat wanprestasi keberhasilan pengembalian pinjaman (TWP) 90 hari masih berada di level 2,81% pada Maret 2023. Angka tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2019 atau sebelum pandemi Covid-19 yang berada di level 3%.

"Tingkat kesuksesan bayar 90 hari, kalau di perbankan itu NPL, ini di fintech lending 2,81%. Kalau menurut kami memang dibandingkan dengan periode satu tahun lalu TWP kita terkoreksi, tingkat kesuksesan bayar itu ada penurunan 0,5%. Kalau kita lihat dari kacamata perbankan dengan standar NPL 2,5% tentu ini di bawah NPL perbankan," ujar Kuseryansyah dalam Market Review IDXChannel, Senin (22/5/2023).

Kuseryansyah menjelaskan, kepatuhan bayar utang masyarakat yang menurun ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal ini dipengaruhi oleh kualitas credit scoring atau penilaian yang dijadikan dasar pertimbangan bagi pemberi pinjaman.

"Jadi P2P Lending itu dibantu oleh kredit biru dan dibantu alternatif kredit scoring, yang kemudian dari in house dari P2P Lending yang memutuskan disalurkan atau tidak disetujui atau tidak," sambungnya.

Hal lain faktor dari sisi internal juga dari tim penagihan utang kepada nasabah yang belum cukup kuat. Sehingga kurang dorongan bagi peminjaman untuk mengembalikan utangnya kepada peminjam.

"Tim penagihan ini di P2P lending ada yang dari internal dan ada yang dari outsourcing atau pihak ketiga, itu yang secara internal berpengaruh terhadap kualitas dari tingkat kesuksesan bayar," kata Kuseryansyah.

Sedangkan dari faktor eksternal dipengaruhi oleh kondisi ekonomi lesu. Sebab, kata dia, P2P lending ini memiliki segmentasi peminjaman di kalangan bawah, biasanya para pelaku usaha mikro yang belum menikah hubungan dengan perbankan konvensional.

Sehingga, kondisi makro ekonomi yang mengalami pelemahan pasca pandemi Covid-19 ini mempengaruhi tingkat daya beli masyarakat. Hal itu yang membuat para pelaku usaha mikro ini masih terkendala untuk mengembalikan utangnya.

"Fintech lending ini kan dihadirkan untuk melayani masyarakat yang unbankable, atau kalangan bawah, mereka biasanya masyarakat desa dengan skala usaha mikro, atau pelaku usaha perseorangan," pungkasnya.

(YNA)

SHARE