Kisah Frans Kaisiepo hingga Tari Pakarena di Uang Baru Rp10.000
Frans Kaisiepo merupakan tokoh asal Papua yang wajahnya diabadikan dalam uang kertas pecahan Rp10.000.
IDXChannel - Frans Kaisiepo merupakan tokoh asal Papua yang wajahnya diabadikan dalam uang kertas pecahan Rp10.000. Dalam laman resmi Bank Indonesia (BI), wajah Frans pertama kali muncul di bagian depan uang Rp10.000 tahun emisi 2016.
Resmi terbit pada 19 Desember 2016, uang ini terbuat dari serat kapas. Warna dominan uang pecahan Rp10.000 tersebut adalah ungu dan berukuran 145x65 mm. Di bagian belakangnya, ada gambar tari Pakarena asal Sulawesi Selatan.
Desain uang ini juga diperkaya dengan kehadiran gambar Taman Nasional Laut Wakatobi di Sulawesi Tenggara dan bunga Cempaka Hutan Kasar yang dikenal sebagai identitas Sulawesi Barat. Mari kita bedah satu per satu terkait kisah Frans Kaisiepo dan tari Pakarena dalam uang pecahan Rp10.000 tersebut.
Melansir laman Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, Frans Kaisiepo merupakan tokoh Indonesia yang lahir di Biak, 10 Oktober 1921. Ia berkontribusi maksimal untuk keutuhan NKRI di Papua. Sejarah mencatat, Frans Kaisiepo merupakan orang pertama yang mengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya di tanah Papua. Padahal, kala itu Papua masih menjadi daerah jajahan Belanda. Frans juga menjadi satu-satunya utusan Nederlands Nieuw Guinea dan orang asli Papua yang menghadiri Konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada Juli 1946.
Dalam konferensi itu, Frans mengusulkan untuk menyematkan nama Irian bagi wilayah Timur Indonesia. Irian sendiri merupakan bahasa Biak, yang memiliki arti cahaya mengusir kegelapan. Ia dengan keras menentang niat pihak Belanda yang ingin sekali menggabungkan Papua dengan Maluku. Kedua wilayah itu nantinya akan dijadikan daerah di NIT atau Negara Indonesia Timur.
Mendengar rencana itu, Frans dengan lantang menekankan bahwa Papua seharusnya dipimpin langsung oleh orang Papua sendiri. Nama Irian selanjutnya tercetus dari dirinya. Istilah Irian kemudian dipolitisasi sebagai sebuah akronim dari ‘ikut Republik Indonesia anti Nederlands’.
Kiprahnya di dunia politik terus berlanjut. Partai Indonesia Merdeka didirikan oleh Frans pada 1946 di Bika. Melalui itu, Frans tak pernah berhenti memperjuangkan untuk mempertahankan kemerdekaan di Irian, terutama Biak. Ia bahkan sempat mendekam di penjara oleh pemerintah Belanda pada 1954 hingga 1961 karena giat melakukan perlawanan.
Setelah bebas, Frans membentuk ISI atau partai Irian Sebagian Indonesia. Niatnya, untuk menuntut dilakukannya penyatuan antara Papua dengan RI. Ketika Soekarno membentuk Trikora atau Tiga Komando Rakyat, Frans turut andil dalam membantu pendaratan sukarelawan Indonesia di Mimika. Hasil Trikora adalah, Papua berhasil dikembalikan oleh Kerajaan Belanda ke pangkuan Republik Indonesia.
Frans Kaisiepo menjabat sebagai Gubernur Irian Barat ke-4 pada 1964 hingga 1973. Ia wafat pada 10 April 1979 di Jayapura dan dimakamkan di TMP Cendrawasih. Frans dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 14 September 1993 melalui Surat Keputusan Nomor 077/TK/1993.
Gambar lainnya yang ada di uang kertas pecahan Rp10.000 adalah Tari Pakarena. Mengutip informasi yang ada dalam laman Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Sulawesi Selatan, Tari Pakarena merupakan sebuah tarian tradisional khas Sulawesi Selatan. Bahkan, tarian ini menjadi ikon tersendiri bagi provinsi tersebut. Biasanya, Tari Pakarena dimainkan oleh 4 orang dan diiringi alat musik gandrang serta puik-puik.
Dahulu, Tari Pakarena dimainkan untuk media pemujaan kepada dewa. Seiring berjalannya waktu, tari ini disajikan sebagai hiburan dan banyak menggaet atensi wisatawan, baik lokal maupun asing. Kisah yang diangkat dalam tarian ini adalah tentang manusia dengan penghuni langit (entah dewa atau bidadari). Penghuni langit itu memberikan pelajaran kepada manusia, terkait bagaimana cara hidup di bumi, seperti bercocok tanam dan makan.
Uang pecahan Rp10.000 ini kembali diperbaharui pada tahun emisi 2022. Di bagian depan, wajah Frans Kaispo masih terpampang dengan gambar Garuda Pancasila, bunga Cempaka Hutan Kasar, kepulauan Indonesia, motif Asmat Papua, dan motif Perisai Citak Asmat. Di bagian belakang, gambar seorang perempuan yang tengah menarikan Tari Pakarena juga masih terlihat. Gambar itu berpadu dengan alam Taman Nasional Wakatobi, dan bunga Cempaka Hutan Kasar. Untuk memperindah, dihadirkan pula motif Ne’Limbongan asal Toraja dengan motif Pa’Barana. Uang desain terbaru ini memiliki ukuran 136x65 mm dan terbuat dari serat kapas.
Selain uang pecahan Rp10.000, BI juga mengeluarkan nominal lain dalam tahun emisi 2022 ini. Di antaranya adalah uang kertas dengan nominal Rp100.000, Rp50.000, Rp20.000, Rp5.000, Rp2.000, dan Rp1.000. BI menjelaskan, ada 3 aspek inovasi penguatan dalam uang terbaru ini. Pertama adalah desain warnanya yang lebih tajam, kemudian adanya unsur pengaman lebih baik dan andal, serta bahan pembuat uang yang jauh lebih baik. Semua hal tersebut bertujuan agar uang mudah dikenali ciri khasnya, aman, dan masyarakat terhindar dari pemalsuan uang. (RRD)