Mitigasi Risiko Pembiayaan Bermasalah, Perbankan Diminta Gandeng Platform Digital
solusi paling logis yang bisa dilakukan adalah dengan membangun sinergi dan kerja sama dengan platform digital.
IDXChannel - Meski dinilai menjanjikan dan sesuai dengan perkembangan zaman, bisnis perbankan digital diyakini masih harus menghadapi sejumlah tantangan besar.
Salah satunya terkait mitigasi risiko atas kinerja pembiayaan yang dikucurkan melalui ekosistem digital. Meski berbasis teknologi digital, perbankan digital dinilai tetap saja memiliki keterbatasan-keterbatasan dalam mengelola risiko pembiayaan bermasalah dalam kerangka kerja digital.
Karenanya, solusi paling logis yang bisa dilakukan adalah dengan membangun sinergi dan kerja sama dengan platform digital, yang notabene dapat diandalkan dalam hal collecting data nasabah, yang bisa digunakan untuk memperkuat untuk mitigasi pembiayaan bermasalah.
Pendapat ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah, untuk mengomentari kerja sama yang terjalin antara PT Bank Jago Tbk (ARTO) dengan PT Logistik Canggih Indonesia, atau yang lebih dikenal dengan platform Logisly.
"Strategi partnership lending yang ditempuh Bank Jago bukan hanya efektif untuk mempercepat pertumbuhan. Yang tak kalah penting lagi adalah aspek pengelolaan risiko dan mitigasi pembiayaan bermasalah," ujar Piter, dalam keterangan resminya, Kamis (26/1/2023).
Dalam menyeleksi debitur yang layak dibiayai dan berkualitas bagus, menurut Piter, Bank Jago bisa mengandalkan data milik Logisly sebagai partner.
"Sebagai pemilik dan pengelola platform digital, para partner ini tentu lebih tahu kondisi mitra kerjanya yang tergabung dalam ekosistem. Inilah bentuk kolaborasi ideal bank digital dengan platform digital," tutur Piter.
Menurut Piter, bank dan platform juga memiliki kemampuan membangun credit scoring secara bersama sama, sehingga biaya kredit bisa ditekan dan pertumbuhan yang berkualitas bisa diwujudkan.
Kolaborasi unik semacam ini bisa diduplikasi oleh bank digital lainnya dan menjadi role model bank kecil dalam berkompetisi secara sehat di industri.
Piter juga meyakini bahwa ketika bank kecil dipaksa bertumbuh dan bersaing dengan strategi ‘brick and mortar’, maka jelas akan kalah.
Mereka tidak mungkin berkompetisi dengan bank besar yang sudah eksis sejak belasan tahun, memiliki jaringan kantor cabang dan mesin ATM melimpah serta ribuan karyawan.
"Maka itu, agar survive dan untung, mereka harus gerilya dengan mengoptimalkan teknologi dan kolaborasi. Bank digital mesti cerdik dan berani ambil risiko untuk melakukan lompatan eksponensial. Tanpa keberanian dan kecerdikan, mereka hanya akan menjadi bank kecil pada umumnya," tutur Piter.
Jika bank digital berani eksperimen dalam memperbesar pangsa pasar, lanjut Piter, maka akan membawa ekonomi digital negeri ini ke level baru yang lebih tinggi.
"Kita sering mendengar narasi bahwa ekonomi digital akan maju jika UMKM melakukan transformasi digital. Digitalisasi UMKM akan lebih bermakna kalau didukung oleh akses pembiayaan. Pada konteks inilah bank digital harus mengambil banyak peran," tegas Piter.
Sementara, Direktur ARTO, Sonny Christian Joseph, mengakui bahwa strategi untuk lebih gencar menyalurkan pembiayaan produktif ke pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang tergabung dalam ekosistem digital memang cukup jitu dalam mengejar target perusahaan untuk mendongkrak kinerja kredit secara efektif, efisien, dan dengan risiko yang terukur.
"Strategi ini sudah kami jalankan sejak dua tahun lalu, dan terbukti menjadi kunci sukses pertumbuhan kredit perusahaan," ujar Sonny.
Menurut Sonny, jumlah mitra yang berkolaborasi dengan Bank Jago telah mencapai lebih dari 30 institusi dan masih terus bertambah. Total kredit dan pembiayaan syariah yang disalurkan mencapai Rp9,4 triliun hingga akhir Desember 2022 (unaudited), tumbuh 75,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
"Segmen bisnis debitur yang kami layani beragam, ada yang menjadi bagian dari rantai pasok industri otomotif, platform digital di bisnis logistik, e-commerce, dan sebagainya. Intinya, target kami lebih ke pelaku UMKM yang menjadi bagian dari ekosistem (digital)," tutur Sonny.
Selain membidik para pelaku usahanya, Sonny menjelaskan, Bank Jago juga menyasar konsumen retail (end-user) dari ekosistem tersebut. Produk pinjamannya bisa berupa buy now pay later (BNPL) ataupun kredit multiguna melalui fintech lending dan perusahaan pembiayaan.
"Apa pun skema produknya dan siapa pun target pasarnya, kami akan selalu mengutamakan penyaluran pembiayaan melalui mitra. Credit channeling ataupun joint financing adalah bisnis model yang kami pilih secara sadar sejak awal dan kami jalankan terus secara konsisten. Kolaborasi merupakan kunci ekspansi Jago secara cepat dan efektif," tegas Sonny. (TSA)