OJK Sebut Transformasi Digitalisasi Jadi Tantangan Perbankan di Tengah Pandemi
Transformasi digitalisasi menjadi tantangan perbankan di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini.
IDXChannel - Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ahmad Hidayat memaparkan sejumlah tantangan yang dihadapi perbankan selama masa pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Salah satunya disebut, transformasi digitalisasi.
"Dalam situasi pemulihan ekonomi akibat Covid-19, perbankan dihadapkan dengan beberapa tantangan. Di antaranya, digitalisasi perbankan dan sektor jasa keuangan, berakhirnya kebijakan restrukturisasi, serangan cyber dan perlindungan data pribadi, sustainable finance, serta penanganan fraud," papar Ahmad dalam webinar Ikatan Auditor Intern Bank, Jumat (3/12/2021).
Dia menjelaskan, sejak pandemi Covid-19, digitalisasi menaruh peran penting dalam aktivitas masyarakat. Transformasi digital masyarakat yang dipercepat dengan adanya pandemi perlu diimbangi dengan peningkatan layanan digital dan kolaborasi dengan perusahaan teknologi.
"Salah satu indikatornya, berkurangnya kantor cabang perbankan. Oleh karena itu penting bagi bank untuk melakukan strategi meningkatkan layanan digital contohnya melalui kolaborasi dengan perusahaan teknologi," terangnya.
Kedua, berakhirnya kebijakan restrukturisasi. Diketahui bersama bahwa kebijakan restrukturisasi akan berakhir pada 2023. Oleh karena itu, Ahmad menghimbau agar perbankan dapat mempersiapkan diri dan memastikan kinerja perbankan dapat tetap terjaga dengan baik saat kebijakan tersebut berakhir.
"2023 kebijakan restrukturisasi akan berakhir. Maka perbankan harus bisa memastikan kinerja tetap berjalan dengan baik dengan menstimulasikan berbagai dampak kebijakan tersebut terhadap operasional bank ke depan dan menyiapkan strategi," ujarnya.
Ketiga, serangan cyber dan perlindungan data pribadi. Ahmad menyebut 25,3 persen dari 741 juta serangan cyber di Indonesia periode Januari-Juli 2021 dialami oleh sektor jasa keuangan.
Selain itu, terdapat pula isu penyalahgunaan data pribadi yang perlu ditangani serius dengan meningkatkan keamanan IT di perbankan.
"Oleh karena itu, bank perlu meningkatkan prosedur manajemen data dan memperketat keamanan IT untuk memitigasi risiko tersebut," jelasnya.
Lebih lanjut Ahmad menerangkan risiko sustainable finance. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat dorongan kuat dari seluruh dunia untuk fokus kepada sustainable development. Hal ini memerlukan dukungan dunia perbankan untuk mulai melakukan green financing.
"Bank perlu menyiapkan prosedur, menceklis apa yang dibutuhkan untuk mendukung hal tersebut," terang Ahmad.
Terakhir, penanganan fraud. Ia mengatakan, sebagian besar pencabutan izin usaha di BPR disebabkan oleh kasus fraud, bukan karena persaingan bisnis.
Menurutnya, hal ini menandakan bahwa masalah fraud perlu ditangani lebih serius agar tidak menimbulkan masalah yang lebih besar lagi di industri perbankan.
(NDA)