BANKING

Sejarah Nasionalisasi De Javasche Bank, Cikal Bakal Bank Indonesia Setelah 1945

Kurnia Nadya 23/01/2024 16:44 WIB

De Javasche Bank adalah cikal bakal Bank Indonesia yang dinasionalisasi pada 1953, beberapa tahun setelah kemerdekaan Indonesia dari Belanda.

Sejarah Nasionalisasi De Javasche Bank, Cikal Bakal Bank Indonesia Setelah 1945. (Foto: MNC Media)

IDXChannel—Sejarah nasionalisasi De Javasche Bank dimulai beberapa tahun setelah kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme Belanda, tepatnya pada 1 Juli 1953.

De Javasche Bank (DJB) didirikan pada pada 24 Januari 1828, setelah sebelumnya Raja William I memberikan hak ekslusif (octrooi) untuk mendirikan bank di nusantara sebagai tindak lanjut untuk mengatasi perekonomian Hindia Belanda setelah kebangkrutan VOC. 

Sebagai tambahan, DJB didirikan sebagai perusahaan swasta dengan peran ganda, yakni sebagai bank sirkulasi dan bank komersial. DJB berwenang untuk mencetak dan mengedarkan Gulden, sekaligus beroperasi sebagai bank komersial yang memberikan layanan keuangan secara umum. 

Mengutip situs resmi Bank Indonesia (23/1), octrooi atau hak-hak istimewa yang diberikan kepada DJB secara periodik diperpanjang setiap satu dekade. Sejak pertama kali didirikan, DJB secara total telah melalui tujuh kali masa perpanjangan octrooi. 

Sebelum DJB, ada bank lain yang pernah berdiri di Hindia Belanda, yakni Bank van Courant en Bank van Leening. Bank ini berfungsi sebagai lembaga keuangan yang memberikan pinjaman kepada pegawai VOC, namun ditutup pada 1818 karena krisis keuangan. Kembali pada DJB. 

Sejarah Nasionalisasi De Javasche Bank: Cikal Bakal Bank Indonesia 

Sesuai fungsi pendiriannya, yakni untuk mereformasi keuangan dan menerapkan keseragaman sistem moneter di Hindia Belanda, DJB berhasil merampungkan permasalahan keuangan dan menerapkan standar nilai tukar emas. 

Pada masa aktifnya, DJB juga memperkenalkan sistem kliring di Batavia, yang pada akhirnya diikuti oleh enam bank ternama pada masanya. Selain itu DJB juga mendukung kebijakan finansial dari sistem tanam paksa yang diterapkan oleh VOC. 

Tujuannya untuk mengisi kas yang sebelumnya terkuras oleh perang jawa. Pada periode 1829-1870, DJB mengekspansi bisnis hingga mampu membuka kantor cabang di beberapa kota sampai di luar Jawa, yakni di Semarang, Surabaya, Padang, Makassar, Cirebon, Solo, dan Pasuruan. 

Kemudian pada rentang 1870-1942, DJB berekspansi lagi dengan membuka kantor cabang di 15 titik, yakni di kota-kota yang dianggap strategis oleh pemerintah kolonial, tepatnya di kota-kota ini: 

Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Belanda yang masih berupaya untuk mempertahankan kekuasaan di Indonesia, tetap aktif mengoperasikan DJB melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA). 

NICA mencetak dan mengedarkan uang NICA untuk mengacaukan perekonomian Indonesia. Namun pada periode yang bersamaan, pemerintah Indonesia membentuk bank sirkulasi lain, yakni Bank Negara Indonesia sesuai UUD 45 pasal 23. 

Untuk menegakkan kedaulatan ekonomi di Indonesia yang saat itu baru merdeka, BNI menerbitkan uang dengan nama Oeang Republik Indonesia (ORI). Pada masa ini, terjadi dualisme bank sirkulasi yang berakibat pada peperangan mata uang. 

Uang NICA/DJB dipanggil dengan sebutan ‘uang merah’, sementara ORI dikenal sebagai ‘uang putih.’ Namun kedudukan bank sirkulasi kembali ke tangan DJB setelah Konferensi Meja Bundar pada 1949. 

Saat itu, hasil konferensi menyepakati kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS), dan kedudukannya yang berada di bawah kerajaan Belanda, dan Indonesia menjadi bagian dari RIS. Namun kemudian RI keluar dari RIS, dan memasuki masa peralihan menjadi NKRI. 

Saat itu, DJB tetap berfungsi sebagai bank sirkulasi yang sahamnya yang masih dimiliki oleh Belanda. Lantas pada 1951, muncul desakan untuk mendirikan bank sentral sebagai wujud kedaulatan ekonomi republik. 

Dari situ, pemerintah membentuk Panitia Nasionalisasi DJB, prosesnya dilakukan dengan pembelian saham DJB dengan besaran 97%. Pada 1 Juli 1953, pemerintah menerbitkan UU No. 11/1953 tentang Pokok Bank Indonesia. 

Penerbitan UU itu secara otomatis menggantikan DJB, dan sejak 1 Juli 1953 itu juga, Bank Indonesia akhirnya resmi berdiri sebagai Bank Sentral Republik Indonesia. 

Itulah sejarah singkat tentang sejarah nasionalisasi De Javasche Bank, cikal bakal Bank Indonesia yang kini berperan sebagai bank sentral. (NKK)

SHARE