Waspada! Kejahatan Digital Perbankan Makin Marak, Ini Kunci Terhindar Soceng
Nasabah lebih berhati-hati apabila ada pihak yang mengaku dari perbankan meminta username, password, PIN hingga nama ibu kandung dan data pribadi lainnya.
IDXChannel - Jenis kejahatan perbankan saat ini semakin beragam seiring dengan perkembangan digital di industri perbankan. Salah satu kejahatan perbankan yang sering ditemui antara lain phising ataupun soceng alias social engineering.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menyebut, banyaknya kasus kejahatan online dengan pencurian data disebabkan oleh kelalaian masyarakat yang memberikan informasi pribadi.
“Digitalisasi memang memberikan kemudahan yang luar biasa, namun juga dengan risiko yang luar biasa. Dan, sebagus apa pun pengamanan tentu harus didukung dengan kesadaran pihak konsumen,” ujar Erwin pada acara iNews Sore, seperti dikutip MPI, Senin (20/6/2022).
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOUS) Bhima Yudhistira menyatakan maraknya kejahatan social engineering saat ini merupakan kesalahan dari dua sisi yakni nasabah dan pihak perbankan.
"Dari sisi nasabah, edukasi dan sosialisasi masih perlu ditingkatkan terkait keamanan penyimpanan username dan data pribadi karena kejahatan social engineering menyasar pada nasabah yang tidak jeli membedakan website resmi bank dengan website duplikasi serta tidak jeli membedakan website resmi bank dengan website duplikasi," ucapnya kepada MPI, Selasa (21/6/2022).
Dia juga menyarankan agar nasabah lebih berhati-hati apabila ada pihak yang mengaku dari perbankan meminta username, password, PIN hingga nama ibu kandung dan data pribadi lainnya.
"Usahakan menyelesaikan masalah ke kantor cabang terdekat. Jika tidak memungkinkan bisa melakukan telepon ke nomor yang resmi. Jangan mudah tergoda oleh tawaran hadiah atau bonus yang dilakukan oleh pihak disosial media. Jika memungkinkan gunakan sambungan internet yang aman bukan internet/wifi di fasilitas publik," beber Bhima.
Sementara itu pihak perbankan juga perlu aktif salah satunya untuk melaporkan terlebih dulu grup disosial media atau website yang memiliki kesamaan nama dengan bank. Saat ini AI dan big data bisa digunakan untuk memfilter nama yang yang bisa digunakan untuk modus penipuan.
Menurutnya pihak perbankan perlu meningkatkan edukasi kepada nasabah baru melalui berbagai cara, entah kerjasama dengan media massa, webinar, hingga edukasi di tiap kantor cabang bank ketika nasabah membuka tabungan baru.
"Indikator dalam literasi keuangan pun perlu dirubah, dari sekedar literasi keuangan perbankan ditambahkan komponen literasi keamanan keuangan digital. Sehingga tiap tahun bisa dimonitor progress literasi keamanan keuangan digital," urai dia.
Karena jika kejahatan ini terus-terusan terjadi maka akan berdampak terhadap trust atau kepercayaan nasabah yang akan tergerus sehingga nasabah cenderung trauma dalam gunakan aplikasi atau layanan via internet. Bahkan dalam jangka panjang biaya untuk promosi menarik minat masyarakat berpindah ke digital banking bisa terganjal karena maraknya praktik penipuan.
(SAN)