ECONOMICS

Asosiasi Fintech Ungkap Alasan Warga Indonesia Jadi Market 'Seksi' bagi Pinjol

Iqbal Dwi Purnama 17/10/2021 06:30 WIB

Sebagai negara yang memiliki populasi yang besar dengan tingkat literasi rendah membuat banyak masyarkat yang terjerat dalam pinjaman online.

Sebagai negara yang memiliki populasi yang besar dengan tingkat literasi rendah membuat banyak masyarkat yang terjerat dalam pinjaman online.(Foto: MNC Media)

IDXChannel - Sebagai negara yang memiliki populasi yang besar dengan tingkat literasi rendah membuat banyak masyarkat yang terjerat dalam pinjaman online.

Selain itu, menurut Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia, Ronald Y. Wijaya mengatakan pola hidup masyarakat yang konsumtif menjadikan Indonesia sebagai Market yang 'seksi' untuk dana dari luar masuk ke Indonesia, salah satunya penyedia pinjol ilegal.

"OJK atau regulator kita memang sudah memberikan beberapa macam inisiatif, bagaimana menekan angka konsumtif ini, salah satunya adalah fintech-fintech yang sudah berizin terdaftar harus memberikan pembiayaan yang digunakan untuk produktif," ujarnya dalam MNC Trijaya, Sabtu (16/10/2021).

Ronald mengatakan, saat ini total fintech yang menyalurkan dana ada 106 yang sudah legal. Meski demikian dirinya menyebut saat ini masih lebih banyak fintech yang ilegal saat ini.

"Hal tersebut mengartikan bahwa pinjol ilegal ada point plusnya, contoh kalau yang legal, bunga yang diberikan kepada masyarakat, kalau konvensional itu maksimal 0,8% perhari, kalau yang ilegal itu bisa sampai 6%," sambungnya.

Kemudian dari sisi bunganya, kalau yang legal, sesuai dengan apa yang diberikan, jadi bunga yang diberikan mentok sesuai dengan jumlah yang mereka salurkan.

"Kalau yang ilegal, itu bisa compunding, dan bisa berkali-kali lipat, angkanya cuma pinjam 16 juta, jadi 200 sekian juta," sambungnya.

Sehingga kalau dilihat dari praktiknya, Ronald menyebut, dari sisi keuntungan pinjol ilegal ini lebih menguntungkan dari yang legal.

Untuk itu menurutnya tak jarang ketika sebuah perusahaan fintech legal, yang kemudian memiliki beberapa cabang yang justru ilegal.

"Saya sempat membaca juga, ada sebuah perusahaan yang baru ditutup, ternyata punya akun banyak sekali, ada 13 kalau tidak salah, lucunya 10 ilegal, 3 legal, dari asosiasi hal ini menjadi pertanyaan," pungkasnya. (TIA)

SHARE