Asosiasi Sebut Ribuan Buruh Industri Tekstil Terancam PHK, Ini Penyebabnya
Ribuan buruh tekstil diproyeksikan bakal mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
IDXChannel - Ribuan buruh tekstil diproyeksikan bakal mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini imbas dari masuknya pakaian bekas dan kain impor ilegal.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (Apsyfi) Redma Wirawasta mengatakan meskipun pakaian bekas impor sudah dimusnahkan pemerintah dan ditutup pintu masuknya ke dalam negeri, namun kain ilegal masih tersedia di mana-mana.
Dengan kata lain, pakaian jadinya dibasmi, tetapi bahan baku pakaiannya masih menggunung. Buntutnya, para pengusaha kain jadi kalah saing.
"Selain pakaian pakaian bekas yang masuk ke pasar domestik, tapi kain-kain yang ilegal masuk ke Indonesia juga banyak. Itulah yang menggerogoti pasar pasar kita di dalam negeri," ujar Redma saat berdialog di acara Market Review IDX Channel, Rabu (24/5/2023).
Redma mengatakan sering menerima undangan diskusi dengan Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) untuk membahas kondisi industri tekstil di lapangan. Dia menuturkan bahwa sejumlah perusahaan tak sanggup bertahan sehingga terpaksa memutus hubungan kerja dengan pegawainya.
"Di kuartal satu 2023, kondisinya lebih parah lagi bahkan kemarin di kuartal satu ini kita diskusi dengan teman-teman di KSPN, teman-teman KSPN sedang mengurus beberapa perusahaan yang tenaga kerjanya sekitar 1.000 sampai 2.000 orang yang mau melakukan PHK massal, dan tidak bisa bayar pesangon," beber Redma.
"Jadi sekarang mereka sedang cari solusi bagaimana caranya ke depan industri ini masih tetap bisa jalan. Jadi kita lihat teman-teman KSPN ini dan teman-teman di masing-masing perusahaan yang akan melakukan PHK itu, bisa memecahkan masalahnya atau tidak," sambung dia.
Redma menegaskan gelombang PHK bukan ancaman belaka, tetapi sungguh nyata terjadi.
Dari laporan yang dia dapat, beberapa pabrik di wilayah Indonesia sudah mulai menjual pabriknya di toko online, seperti contohnya di Bandung, Pekalongan, Solo, dan Banten. Dengan menjual pabrik, artinya para pengusaha itu sudah melakukan PHK sebelumnya.
"Kalau kita lihat di Bandung untuk tutup pabrik saya lihat belum ada tapi yang mengurangi karyawannya sudah banyak. Kemudian, belum lama terjadi juga di daerah Pekalongan, Solo, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah. Nah, kalau Jawa Timur kami belum dapat infonya. Artinya kan hampir seluruh daerah yang ada industri tekstilnya sudah terkena dampaknya," jelas Redma.
Oleh karena itu, dia meminta kepada pemerintah untuk lebih gencar lagi dalam memusnahkan pakaian maupun kain ilegal. Sebab, 31 persen barang impor ilegal sudan merajai pasar dalam negeri.
"Sebanyak 31 persennya itu ilegal jadi bagaimana kita bisa bersaing dengan barang-barang ilegal itu. Di satu sisi itu kita harus bayar pajak tapi di sisi lain mereka tidak bayar pajak. Itu kan bedanya sudah 10%. Belum lagi mereka melakukan dumpling. Jadi artinya ini betul betul butuh intervensi dari pemerintah," tandasnya. (NIA)