ECONOMICS

Atasi "Tuyul" Digital, INDEF Sarankan OJK Perkuat Literasi Keuangan

Michelle Natalia 11/04/2022 07:37 WIB

Berkembangnya digitalisasi membuat berbagai fenomena kejahatan online kian marak di tanah air.

Atasi "Tuyul" Digital, INDEF Sarankan OJK Perkuat Literasi Keuangan. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Berkembangnya digitalisasi membuat berbagai fenomena kejahatan online kian marak di tanah air. Alhasil, fenomena "tuyul" digital pun ikut berkembang seiring dengan peran dari media sosial, dan media online, di mana akses informasi banyak sekali, akses terhadap inovasi digital juga didapat dengan mudah.

Peneliti INDEF Eisha Maghfiruha Rachbini menyampaikan keuangan online di masyarakat sebenarnya sudah bermula sejak sebelum pandemi. Tetapi, apa yang diserap masyarakat dari keterbukaan informasi tersebut ada yang tidak disaring dengan baik. 

"Ini perlu peran literasi digital dan keuangan untuk menjadi poin penting kedepan dalam mencegah maraknya investasi yang menipu. Ini peran OJK sebenarnya," ujar Eisha dalam Diskusi Publik "Maraknya 'Tuyul' Digital Menyambut Komisioner Baru OJK" di Twitter Space secara virtual, Minggu(10/4/2022). 

Dia menilai bahwa antara satu institusi dengan institusi lain, tantangannya menarik. Mana yang menjadi ranah OJK, mana yang menjadi ranah Bappebti, dan mana yang menjadi ranah institusi lain. 

"Kini, makin banyak ragam kejahatan digital dan masing-masing stakeholder atau pemangku kebijakan harus bisa duduk bersama untuk melihat mana regulasi yang harus dijalankan," ungkap Eisha.

Dia menyebutkan, ada dua sisi mata uang dalam fenomena ini. Perkembangan digitalisasi terhadap fintech memang memberikan dampak yang bagus terhadap perekonomian. Misalnya, semakin mudah mendapatkan modal bagi para pelaku UMKM, dan juga berbagai macam investasi untuk masyarakat pun terbuka. 

"Ada penelitian yang mengatakan bahwa sejak pandemi, data-data ekonomi terkontraksi, begitu pula konsumsi dan pola investasi masyarakat berubah. Semakin tidak menentu pendapatan dan pekerjaan, mereka memikirkan investasi jangka panjang," tambah Eisha.

Karena itu, informasinya yang beredar sepenuhnya bisa ditelan mentah-mentah oleh mereka yang literasinya kurang baik. Maka dari itu, untuk mencegah fenomena ini sebelum makin marak, memang perlu literasi digital dan keuangan yang baik. 

"Dari survei OJK sendiri, literasi keuangan masih 38%, artinya, dari 100 orang, hanya ada 38 orang yang punya literasi keuangan yang baik. Mereka tahu produknya apa, bagaimana manfaatnya, dan risikonya," ucap Eisha.

Hanya saja, memang secara lebih lanjut, per produk misalnya, saham dan reksadana, masyarakat tahu manfaatnya, tapi risiko masing-masing produk keuangan masih belum dimengerti oleh mereka. Ketika mereka tahu manfaat tapi tidak tahu risikonya, ini menjadi daya tarik bagi orang-orang atau oknum yang berinisiatif mengembangkan tuyul, pesugihan dan begal digital. 

"Pemerintah perlu duduk bersama, pemangku kebijakan terkait untum melihat koordinasi antar peranan mereka untuk menyusun regulasi demi mencegah maraknya kejahatan online ini," pungkas Eisha. (TYO)

SHARE