ECONOMICS

Aturan Kemasan Polos Disebut Rugikan Perusahaan Rokok Legal

Dhera Arizona Pratiwi 25/10/2024 16:23 WIB

Rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek dinilai akan merugikan perusahaan pemilik merek yang saat ini beroperasi secara patuh dan legal.

Aturan Kemasan Polos Disebut Rugikan Perusahaan Rokok Legal. (Foto MNC Media)

IDXChannel – Rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek dinilai akan merugikan perusahaan pemilik merek yang saat ini beroperasi secara patuh dan legal. Sebab, ini dapat berimbas ke berbagai aspek sosial, termasuk semakin mendorongnya peredaran rokok ilegal yang saat ini sudah marak terjadi.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) AB Widyanta mengatakan, pencantuman merek pada kemasan rokok seyogyanya merupakan salah satu penanda bagi perusahaan rokok untuk menunjukkan kepatuhannya terhadap aturan yang telah diterapkan dan menjaga kualitas produknya.

“Aturan ini akan mempersulit pemerintah untuk mengindentifikasi pelanggaran yang ada di lapangan. Banyak aspek-aspek lain yang akan sulit dinilai, seperti apakah perusahaan tersebut patuh dengan aturan atau tidak, bahkan tidak bisa dicek produknya asli atau tidak. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga tampak tidak mempertimbangkan aspek-aspek dari Kementerian lain, sehingga aturan ini menjadi mustahil untuk dilakukan,” katanya kepada awak media, Jakarta, Jumat (25/10/2024).

Menurutnya, rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek yang mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) ini menjadi bukti adanya upaya untuk mematikan industri tembakau nasional di Indonesia. Padahal, FCTC tidak bisa diaplikasikan di dalam negeri karena Indonesia merupakan produsen tembakau yang besar dan memiliki ekosistem pertembakauan yang kompleks, mulai dari pertanian, industri olahan, ketenagakerjaan, hingga kontribusi terhadap pendapatan negara yang jumlahnya signfikan.

“Harusnya, sebagai salah satu industri yang menghasilkan cukai yang besar, industri tembakau mendapatkan proteksi dari pemerintah,” ujarnya.

Kata Widyanta, suatu kebijakan itu harusnya menjamin keadilan publik karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Maka, kebijakan publik itu semestinya dibuat secara hati-hati dan melibatkan semua pihak yang terkait, bukan dilakukan secara ugal-ugalan seperti proses perumusan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan dan Rancangan Permenkes yang digagas oleh Kementerian Kesehatan.

“Harusnya, kebijakan itu mengakomodir kepentingan publik, termasuk kepentingan pelaku usaha di industri tembakau. Industri tembakau dan tenaga kerja di dalamnya juga bagian dari rakyat Indonesia. Apalagi, industri tembakau juga kontribusinya besar pada penerimaan negara melalui cukai,” ujarnya.

(Dhera Arizona)

SHARE