ECONOMICS

Bahlil Beberkan Lima Kebijakan Hilirisasi Nikel RI yang Bikin Uni Eropa Resah

Iqbal Dwi Purnama 20/08/2023 12:59 WIB

Kebijakan hilirisasi nikel Indonesia mendapat kecaman dari beberapa negara di Eropa dan digugat ke World Trade Organization (WTO).

Bahlil Beberkan Lima Kebijakan Hilirisasi Nikel RI yang Bikin Uni Eropa Resah

IDXChannel - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan hilirisasi merupakan kunci untuk memberikan nilai tambah dari pemanfaatan sumber daya alam Indonesia. Namun kebijakan hilirisasi nikel mendapat kecaman dari beberapa negara di Eropa.

Hilirisasi nikel saat ini tengah digugat oleh Uni Eropa ke World Trade Organization (WTO).

"Konsep negara ke depan kita membangun hilirisasi. Indonesia sejak dijajah oleh Belanda sampai dengan 2016, kita ekspor bahan baku semua keluar negeri, ekspor kita barang-barang mentah," kata di dalam pidatonya pada acara Diskusi Bersama di Universitas Diponegoro, melalui Kanal YouTube BKPM, Minggu (20/8/2023).

"Maka sejak tahun 2019 2020, kita mulai melarang bahan baku mentah keluar negeri khususnya komoditas nikel," tambahnya.

Dia menjelaskan, setidaknya ada lima kebijakan pemerintah terkait hilirisasi nikel yang digugat oleh Uni Eropa ke WTO. Pertama, larangan ekspor nikel karena pemerintah telah resmi melarang penjualan bijih nikel mentah keluar negeri.

"Ekspor nikel kita pada tahun 2018 hanya USD3,3 miliar. Begitu kita menyetop bahan baku mentah, nilai ekspor di 2020 mencapai USD33 miliar, naiknya 10 kali lipat bahkan 11 kali lipat," ujarnya.

Kedua, pemerintah mewajibkan negara-negara yang membutuhkan nikel Indonesia untuk mengolahnya di dalam negeri. Harapannya lewat kewajiban tersebut akan tercipta lapangan pekerjaan di daerah-daerah penghasil nikel. 

Ketiga, kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Sehingga ketika perusahaan penambang nikel telah berhasil menciptakan industri hilir nikel, maka wajib untuk memenuhi kebutuhan Indonesia terlebih dahulu sebelum diekspor.

Keempat, izin ekspor bahan baku. Uni Eropa menilai bahwa kebijakan ini tidak sesuai dengan Pasal XI:1 General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994. 

Terakhir skema subsidi. Uni Eropa mengklaim bahwa pembebasan bea masuk merupakan subsidi yang bergantung pada penggunaan barang-barang domestik atas impor yang dilarang berdasarkan Pasal 3.1 poin b, Perjanjian tentang Subsidi dan Tindakan Penyeimbang/Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (ASCM).

"Tetapi apa yang terjadi, Uni Eropa membawa kita ke WTO, mereka memprotes kita agar tetap mengirim bahan baku mentah, kita dibawa ke WTO dan kita kalah di pengadilan. Saya lapor ke presiden, mohon arahan, bapak presiden memerintahkan, lawan Uni Eropa. Indonesia sudah merdeka, tidak boleh satu negara mengatur kita," tutur Bahlil.

"Kalau bapak Presiden orang Jawa saja bisa melawan, apalagi menterinya yang orang Papua, kita lawan, makanya kita naik banding ke WTO. Ini adalah bentuk kedaulatan kita sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia," imbuh dia.

(RNA)

SHARE