ECONOMICS

Bahlil: Indonesia Butuh 6,2 Juta Tenaga Kerja di Sektor Energi

Tangguh Yudha 03/06/2025 15:16 WIB

 Indonesia membutuhkan sekitar 6,2 juta tenaga kerja langsung di sektor energi hingga tahun 2030. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia (Tangguh Yudha/iNews Media Group)

IDXChannel - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan,  Indonesia membutuhkan sekitar 6,2 juta tenaga kerja langsung di sektor energi hingga tahun 2030. 

Hal ini disampaikan Bahlil dalam acara Human Capital Summit 2025 yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Selasa (3/6/2025).

Dalam paparannya, Bahlil menjelaskan bahwa kebutuhan besar ini muncul dari tiga proyek utama pemerintah, yaitu pengembangan pembangkit listrik, energi baru dan terbarukan, serta pembangunan jaringan transmisi. Di samping itu juga dari hilirisasi energi dan peningkatan produksi migas.

"Saya jelaskan bahwa dari 3 proyek sampai 2030 untuk bidang listrik, energi baru-terbarukan kemudian membangun transmisi, totalnya sekitar 69,5 gigawatt," kata Bahlil.

"Kemudian hilirisasi dan kenaikan lifting, kita butuh tenaga kerja bisa mencapai 6,2 juta sampai 2030. Itu tenaga kerja langsungnya," lanjutnya.

Bahlil melanjutkan,  jika tenaga kerja tidak langsung turut dihitung, jumlah totalnya akan jauh lebih besar dari itu. Lebih jauh, ia menegaskan bahwa lapangan pekerjaan sebenarnya banyak tersedia, namun masyarakat juga harus mengevaluasi diri terkait kemampuannya.

"Jadi kalau ada yang mengatakan bahwa lapangan pekerjaan tidak ada, saya pikir harus kita menjadi introspeksi kolektif. Dan jangan kufur nikmat gitu. Tapi bagaimana kita mendekatkan kualitas diri kita untuk melakukan penyesuaian," kata Bahlil.

Bahlil mengajak generasi muda, untuk mulai mempertimbangkan jurusan di bidang energi, jangan melulu jurusan sosial. 

Dia menyebut bahwa dunia kerja, terutama di sektor energi sekarang ini menuntut keahlian dan profesionalisme, tidak cukup hanya bermodalkan kemampuan berpidato atau menjadi aktivis seperti zaman dahulu.

"Kalau dulu cukup kita jadi aktivis, bisa pidato, bisa olah-olah dapat pekerjaan. Kalau sekarang nggak bisa. Dunia sudah berubah. Sudah harus profesional. Kalau generasi saya itu generasi olah-olah. Sekarang sudah nggak bisa," kata dia.

(Nur Ichsan Yuniarto)

SHARE