BBM Naik, Lifting Migas Tak Cukup Penuhi Kebutuhan Energi Nasional
Untuk mewujudkan swasembada energi dan mengurangi impor BBM, pemerintah perlu meningkatkan produksi migas nasional.
IDXChannel - Indonesia baru saja menerapkan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Menurut pemerintah melalui Kementerian ESDM menyatakan, kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi sudah semestinya dilakukan guna menstabilkan kondisi fiscal negara.
“Harga minyak dunia sempat mencapai 140 dolar AS per barel, sedangkan asumsi ICP (Indonesian Crude Price) yang menjadi patokan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah USD 105 per barel. Tak pelak, harga keekonomian BBM di dalam negeri pun mengalami kenaikan,” mengutip Pusat Data dan Informasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) (12/09).
Sementara, kebutuhan akan minyak dan gas (migas) dalam negeri diproyeksikan akan terus meningkat. Hingga 2050, menurut Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kebutuhan minyak akan mencapai 4,2 juta barel per hari (BOPD). Di samping itu, kebutuhan gas akan mencapai 25,8 BSCFD di tahun yang sama.
Untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, pemerintah menetapkan proyek produksi minyak 1 juta barel dan 12 BSCFD gas pada 2030. Namun, kebutuhan minyak di tahun tersebut mencapai 2,6 juta BOPD dan gas mencapai 11,3 BSCFD. (Lihat tabel di bawah ini.)
Progres lifting migas di Tanah Air pun juga kurang menggembirakan. Menurut Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), realisasi produksi lifting migas QI-2022 bahkan masih di bawah target.
Menurut SKK Migas, faktor yang mempengaruhi, di antaranya, adalah gangguan produksi yang tidak direncanakan (unplanned shutdown) di beberapa lapangan migas yang ada.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), lifting minyak pada Q1 2022 tercatat hanya sebesar 521,7 ribu barel minyak per hari (BOPD).
Lifting minyak ini hanya mencapai 74,21 persen dari target yang ditetapkan APBN yang mencapai 703 ribu BOPD. Sementara, lifting gas bumi mencapai 919.640 barel ekuivalen minyak per hari (BOEPD) atau sebesar 88,7 persen dari target APBN yang sebesar 1,036 juta BOPD. (Lihat tabel di bawah ini.)
Menurut Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam acara Drilling Summit Tahun 2022, Rabu (23/3), terjadi unplanned shutdown terutama di Blok migas Rokan dan Blok Cepu.
Kedua blok ini menjadi blok andalan produksi minyak nasional. Percepatan perizinan hingga ketersediaan rig pengeboran di lapangan juga menjadi faktor penghambat dalam mempengaruhi capaian produksi minyak.
"Banyak hal yang kita butuhkan percepatan perizinan hingga kecukupan rig," kata Dwi dalam acara Drilling Summit Tahun 2022, Rabu (23/3).
Menurut Dwi, rig pengeboran yang beroperasi saat ini setidaknya jumlahnya mencapai 34 unit. Rig pengeboran tersebut terdiri dari 25 unit rig darat (onshore) dan 9 unit rig laut (offshore).
Namun, ketersediaan rig yang ada ini rupanya belum dapat mengakomodir kebutuhan target pengeboran sumur migas yang sudah dicanangkan di tahun ini.
Banyaknya kendala yang harus dihadapi Indonesia dalam memproduksi minyak menyebabkan impor menjadi pilihan tak terhindarkan.
Hingga tahun 2021, pemerintah telah mengimpor minyak mentah dan minyak olahan siap pakai menjadi bahan bakar sebesar 42,13 juta ton.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total volume impor tersebut meningkat 14,07 persen, sementara nilainya melonjak 79,07 persen menjadi USD25,53 miliar atau setara Rp364,85 triliun (Kurs Rp14.308/USD). Jumlah ini cukup besar dan berpotensi membebani APBN.
Untuk mewujudkan swasebada energi, pemerintah perlu meningkatkan produksi migas nasional. Mengingat cadangan migas RI masih cukup besar, mencapai 3,95 miliar barel yang terdiri dari 2,25 miliar cadangan terbukti dan 1,7 miliar cadangan potensial di tahun 2021, berdasarkan data Kementerian ESDM. (ADF)