Belanja Online Naik 52 Persen di Sepanjang Pandemi, Makanan Jadi yang Paling Banyak Diburu
Minat masyarakat belanja secara daring melalui berbagai situs belanja e-commerce tercatat terus meningkat hingga lebih dari 52 persen.
IDXChannel - Minat masyarakat belanja secara daring melalui berbagai situs belanja e-commerce tercatat terus meningkat hingga lebih dari 52 persen. Produk yang paling banyak diburu adalah makanan dan fesyen.
Hasil survei yang dilakukan Sharing Vision kepada 2.095 responden selama beberapa bulan terakhir, menunjukkan 52,8% responden mengalami peningkatan belanja di ecommerce. Walaupun sebanyak 31,6% tidak ada kenaikan, serta hanya 12,9% yang menjawab menurun.
"Sekitar 71,25% membelanjakan uangnya untuk keutuhan makanan dan minuman. Disusul belanja fashion dan mode sebanyak 55,97%," kata Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision Bandung Dimitri Mahayana.
Setelah dua produk itu, e commerce yang paling banyak dibeli adalah pulsa (48,92%), buku, hobi, dan koleksi (43,22%), kosmetik dan alat kecantikan (40,05%), grosir/keperluan sehari-hari (34,72%), transportasi jarak jauh (20,98%), ponsel, laptop/komputer (16.09%), dan booking hotel (14,38%).
Menariknya, kata Dimitri, alasan utama belanja di ecommerce daripada luring adalah karena banyak promo. Setelah itu, karena praktis, bisa belanja kapan dan dimana saja, menghindari keramaian karena pandemi, lebih murah, dan lebih banyak pilihan toko dan produknya.
Menurut Dosen Sekolah Teknik Elektro Informatika ITB ini, akses masyarakat Indonesia pada layanan keuangan daring terus meningkat. Misalnya uang digital, yang mana 93,7% responden sudah memilikinya.
Tertinggi digunakan Gopay sebesar 79,4%. Disusul OVO 66,63%, Shopee 58,47%, Dana 40,81%, eMoney Mandiri 20,33%, Flazz BCA 18,66%, LinkAja 16,9%, Brizzi 7,54%," jelas dia.
Uang digital terbanyak digunakan untuk membeli makanan secara delivery. Kemudian berturut-turut membayar ecommerce, transportasi daring, beli pulsa, bayar kafe dan restoran, bayar tol, bayar minimarket, bayar parkir, dan transportasi umum.
Adapun keluhan terbesar berkisar di aplikasi tak bisa digunakan, kartu emoney tidak terdeteksi, menambah nominal dilakukan tapi tak terdeteksi, serta nominal saldo berkurang padahal tak digunakan.
"QR Code juga makin familiar digunakan dengan jawaban 80% dari 2.095 responde menggunakannya. Biasanya QR Code digunakan saat transaksi di kafe, restoran, minimarket, supermarket, tempat rekreasi, hingga pedagang kaki lima," katanya.
Terkait teknologi financial (tekfin,), Sharing Vision menemukan fakta bahwa tekfin untuk peminjaman (lending) sudah dialami oleh 5,9% responden yang mana alasan utama penggunaan adalah karena pencarian cepat dan mudah, persyaratan tidak ribet, pengajuan cepat, serta tidak memerlukan jaminan. Pun demikian, keluhan utama adalah bunga tinggi, aplikasi tidak bisa diakses, penagihan dilakukan hingga ke kolega peminjam, dan adanya teror oleh debt collector.
"Seluruh data ini berkorelasi dengan makin jarangnya responden menggunakan ATM dan mengakses kantor cabang bank konvensional. Frekuensi penggunaan yang tumbuh tinggi adalah di mobile banking dan internet bangking," pungkasnya.
(NDA)