Benarkah TikTok Shop Ancaman buat UMKM dan E-Commerce RI?
Kehadiran TikTok Shop yang merupakan lini bisnis dari sosial media milik ByteDance Inc., TikTok, kini kembali menuai sorotan.
IDXChannel - Kehadiran TikTok Shop yang merupakan lini bisnis dari sosial media milik ByteDance Inc., TikTok, kini kembali menuai sorotan.
Terbaru, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mendorong pemerintah untuk mengambil langkah tegas dalam membatasi produk impor yang beredar di TikTok Shop. Menteri Teten menilai, kehadiran TikTok Shop telah merusak pasar UMKM lokal.
Menurut Teten, penggabungan antara media sosial dengan e-commerce perlu diatur. Teten mencontohkan regulasi diperlukan seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) dan India.
"India berani menolak TikTok, kenapa kita tidak? Amerika juga melarang TikTok, misalnya untuk jualannya boleh, tapi nggak boleh disatukan dengan media sosial," kata Teten dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI dan Menteri Investasi/Kepala BKPM di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip Selasa (5/9/2023).
Teten menilai apa yang dilakukan TikTok Shop adalah monopoli karena mengatur pembayaran hingga logistik ke tingkat konsumen.
Oleh karena itu, Teten mengusulkan kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia untuk melakukan pengetatan terhadap Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 63121 berkenaan dengan web tanpa tujuan komersial.
Hal tersebut dilakukan agar platform sosial media non komersial tidak berjualan produk impor secara cross border.
"Jadi usul kita seperti China sendiri mengatur, Amerika juga mengatur, yang lain mengatur, kalau India kan udah dilarang betul. Kita tidak boleh menyatukan sosial commerce dengan e-commerce, juga tidak boleh punya produk sendiri, kalau nggak nanti dia menjual produknya dia sendiri, jadi itu harus kita atur," ujar Teten.
Merespons hal itu, Bahlil mengatakan berdasarkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE), pihaknya sudah memerintahkan deputi terkait untuk menutup pintu bagi barang impor yang masuk secara langsung alias cross border.
"Jadi Pak Teten mohon maaf, saya sudah perintahkan untuk mengunci izin di KBLI e-commerce yang datang tidak dulu didaftarkan langsung main jualan aja, sudah ditutup," ucap Bahlil.
Cengkraman TikTok Shop di Asia Tenggara
Asia Tenggara saat ini memang menjadi incaran TikTok sebagai ceruk pasar yang menjanjikan. Hal ini terlihat dari ekspansi pasar e-commerce perusahaan berbasis Los Angeles dan Singapura ini.
Menariknya, babak baru pasar e-commerce di Asia Tenggara ditandai dengan semakin banyak orang yang berbelanja secara online melalui saluran yang lebih terdiversifikasi. Salah satunya menggunakan platform sosial media.
Asia Tenggara, popularitas perdagangan melalui media sosial telah dipercepat oleh tingginya tingkat penetrasi internet seluler.
Dengan lebih dari 250 juta pengguna di kawasan Asia Tenggara, TikTok kemudian memimpin platform perdagangan melalui media sosial.
Survei Cube Asia mengungkapkan, pembelanjaan konsumen di TikTok Shop bahkan mengurangi pembelanjaan mereka di Shopee sebesar 51 persen, Lazada berkurang 45 persen, dan belanja offline berkurang 38 persen di sejumlah negara seperti Indonesia, Thailand, dan Filipina.
Data demografi yang dikumpulkan secara online menunjukkan sepuluh negara dengan pengguna TikTok paling aktif secara global semuanya berada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Bahkan, Indonesia memiliki populasi pengguna TikTok terbesar kedua setelah AS, menurut data Statista. (Lihat grafik di bawah ini.)
Selain itu, keunggulan TikTok Shop dari pesaingnya adalah ia membebankan komisi ke pedagang paling rendah sebesar 1 persen. Angka ini cukup rendah dibandingkan dengan biaya 10 persen di platform lain.
Ini yang menjadikan platform media sosial milik Bytedance ini menghadapi persaingan ketat dari pemain mapan seperti Shopee dan Lazada.
Pada 2022 saja, TikTok Shop berkespansi secara agresif ke enam negara Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand.
Shawn Yang, seorang analis di Blue Lotus Research Institute, menyoroti bagaimana TikTok terus berkembang di negara-negara Asia Tenggara.
“Kami memperkirakan gross merchandise volume (GMV) TikTok pada 2023 akan mencapai 20 persen dari Shopee. Kami menyarankan Shopee untuk meningkatkan penjualan dan pemasaran mulai bulan April secara defensif,” kata Yang.
Sejak awal tahun 2022, menurut laporan Tech in Asia, TikTok Shop telah bergerak cepat dan agresif di wilayah Asia Tenggara melalui sejumlah strategi. Di antaranya meluncurkan fitur-fitur baru, menawarkan insentif, dan menjalin kemitraan dengan pendukung e-commerce dan mitra logistic.
Volume nilai transaksi bruto atau gross merchandise volume (GMV) di TikTok Shop di kawasan Asia Tenggara mencapai USD4,4 miliar pada 2022.
Adapun ByteDance yang merupakan perusahaan induk TikTok, mencatat penjualan e-commerce senilai USD208 miliar di Douyin, aplikasi video pendek sejenis TikTok yang beroperasi di China. Penjualan ini tercatat peningkatan 76 persen dibandingkan pada 2021.
Tahun ini, GMV TikTok Shop di Asia Tenggara diperkirakan menembus USD15 miliar. Berdasarkan laporan Momentum Works, nilai tersebut melonjak 241 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar USD4,4 miliar. (Lihat grafik di bawah ini.)
Kenaikan ini sejalan dengan meningkatnya pangsa pasar TikTok Shop di Asia Tenggara. Platform besutan ByteDance ini diproyeksikan menguasai 13,2 persen dari pasar e-commerce di kawasan ini pada 2023.
Pada 2021, TikTok Shop diketahui baru memasuki pasar Indonesia. Pangsa pasar TikTok Shop pada 2023 pun telah melampaui e-commerce yang sudah lebih dulu eksis, seperti Blibli, Tiki, Sends, dan Bukalapak. Selain itu, pangsa pasar TikTok Shop di Indonesia hampir menyamai Tokopedia yang sebesar 13,9 persen.
Menurut Momentum Works, TikTok Shop dapat berkembang pesat lantaran memiliki komitmen yang tinggi dan sangat adaptif terhadap kebutuhan pasar.
TikTop Shop juga memiliki keunggulan dari e-commerce lain karena menempel langsung dengan platform media sosial TikTok.
Peran E-Commerce Bantu UMKM Naik Kelas
Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan, UMKM telah berkontribusi Rp8.547 triliun terhadap PDB Indonesia. Kontribusi UMKM lokal terhadap PDB ini juga tercatat meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 60,3 persen pada 2019.
Salah satu yang dipermasalahkan Menteri Teten dalam pernyataan terbarunya adalah ancaman TikTok Shop untuk UMKM lokal.
Di dalam negeri, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) merupakan salah satu e-commerce yang turut berkontribusi dalam menyediakan pasar bagi UMKM lokal.
Riset Tokopedia dan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menemukan, penjualan UMKM lokal di kota dengan inisiatif Hyperlocal Tokopedia meningkat hingga 147 persen sepanjang 2020-2021.
Hyperlocal adalah inisiatif Tokopedia untuk mendekatkan penjual dan pembeli untuk mendorong pertumbuhan ekonomi baru di berbagai daerah. Teknologi yang dikembangkan Tokopedia memudahkan pembeli membeli barang dari penjual yang ada di daerahnya.
Tak mau kalah, Shopee Indonesia juga memiliki program untuk pengembangan UMKM lokal. Shopee Indonesia mencatat ada 20 juta produk UMKM di platform mereka yang siap ekspor ke berbagai negara.
Guna mendorong kinerja UMKM lokal, Director and Country Head Sea Group Indonesia, Kiky Hapsari mengatakan bahwa pihaknya menargetkan 500 ribu penjual di Shopee bisa melakukan ekspor pada 2030. Menurutnya, ekspor lintas batas lewat platform Shopee telah naik hingga 30 persen secara tahunan.
Tujuan ekspor produk UMKM baru dilakukan ke negara-negara di mana e-commerce Shopee beroperasi seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Taiwan, Filipina dan Amerika Latin.
Sebelumnya, dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh TikTok pada 15 Juni 2023, perusahaan tersebut mengatakan akan menginvestasikan USD12,2 juta selama tiga tahun ke depan untuk membantu 120.000 usaha kecil di Asia Tenggara dan memindahkan operasi mereka secara online melalui platformnya.
Era Baru E-Commerce, Nasib BELI, BUKA, GOTO Aman?
Sejumlah perusahaan teknologi di Asia Tenggara memulai persaingan besar-besaran tahun ini. Di Tanah Air, kinerja PT Global Digital Niaga Tbk atau yang lebih dikenal dengan Blibli (BELI), PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) menghadapi tantangan serius dari TikTok Shop.
Menurut laporan Momentum Works, nilai transaksi bruto atau GMV e-commerce di Asia Tenggara mencapai USD99,5 miliar pada 2022. Angka ini naik 14,23 persen dibanding tahun sebelumnya.
Pada 2022 Shopee menjadi perusahaan e-commerce dengan GMV terbesar di Asia Tenggara, yakni USD47,9 miliar atau 48,14 persen dari total GMV e-commerce di kawasan ini. Lazada berada di posisi kedua dengan GMV mencapai USD20,1 miliar.
Di lain pihak, e-commerce Tanah Air, yakni Tokopedia dan Bukalapak masing-masing mencatatkan GMV USD18,4 miliar dan USD5,3 miliar.
TikTok Shop menempati urutan ke lima dengan GMV USD4,4 miliar di Asia Tenggara pada 2022. Lalu Blibli memiliki GMV sebesar USD2,2 miliar.
Ada pula perusahaan e-commerce asal Vietnam, Tiki.vn, yang memiliki GMV USD500 juta. Sementara, Amazon dan Sendo mencatatkan GMV masing-masing sebesar USD400 juta di Asia Tenggara. (Lihat grafik di bawah ini.)
Momentum Works memprediksi GMV e-commerce di Asia Tenggara bakal terus meningkat hingga mencapai USD175 miliar pada 2028. Prediksi itu bisa tercapai apabila kondisi ekonomi di kawasan ini dalam skenario normal.
Di sisi lain, dalam skenario terbaik, GMV e-commerce di Asia Tenggara diprediksi dapat mencapai USD232 miliar, sedangkan dalam skenario terburuk USD121 miliar.
Namun, peningkatan pesat dalam layanan digital menyebabkan posisi BELI, GOTO, BUKA, hingga Shopee dan Lazada kian sulit ditengah eksistensi TikTok Shop.
Selain itu, tantangan belanja konsumen yang lemah di tengah prospek makroekonomi yang menantang memberikan tekanan pada bisnis e-commerce.
Persaingan yang ketat ini kian terlihat ketika pada pertengahan Juli lalu Alibaba, sang induk Lazada, menyuntik USD845 juta lebih ke Lazada dalam pertempuran dengan Shopee dan TikTok. Shopee juga dikabarkan akan kembali melakukan bakar uang setelah sempat mengatakan akan menghemat pengeluaran untuk mengejar profit.
Sementara sebagai pemain baru, TikTok secara agresif mendapatkan daya tariknya di kancah e-commerce Asia Tenggara. Meski demikian, langkah TikTok nampaknya akan tertinggal dibandingkan pesaing regionalnya seiring dengan peraturan pembatasan yang akan diberlakukan oleh pemerintah.
TikTok juga disebut akan terus melakukan bakar uang, yang merupakan strategi teruji untuk memenangkan pangsa pasar.
“TikTok menghabiskan banyak uang saat ini untuk insentif bagi pembeli dan penjual, yang mungkin tidak berkelanjutan,” kata Jonathan Woo, analis senior di Phillip Securities Research dikutip CNBC Internasional.
Woo mengatakan dia memperkirakan insentif TikTok mencapai USD600 juta dan USD800 juta per tahun, atau 6 persen hingga 8 persen dari USD10 miliar GMV pada 2023.
Peningkatan GMV TikTok Shop di Asia Tenggara pada 2022 juga menjadi tingkat pertumbuhan tercepat di antara pesaing seperti Shopee, Lazada dari Alibaba, bahkan GOTO.
Berbicara soal GOTO, layanan e-commerce dan jasa ride hailing andalan RI juga ini juga masih terseok dalam meningkatkan keuntungan di tahun ini.
Jalan GOTO menuju profitabilitas, yang dikejar hingga akhir kuartal 2023 (dalam bentuk adjusted EBITDA), berpotensi akan semakin berat di tengah lautan persaingan yang semakin ketat ini.
Meski pada kuartal I-2023, TikTok Indonesia menghasilkan GMV USD2,5 miliar, lebih rendah dibandingkan GOTO USD4,2 miliar.
Namun, basis pelanggan TikTok Shop ke depan bakal lebih besar. Sebab, perusahaan ini membidik konsumen menengah atas Tokopedia.
Ini mengindikasikan aksi TikTok membakar duit untuk menggenjot pertumbuhan dan pangsa pasar di Indonesia belum akan berhenti dalam waktu dekat. (ADF)