Cadangan Migas Menipis dan Perizinan Rumit, Jadi Penyebab Investor Lirik Negara Lain
Pasalnya, izin hulu migas melibatkan sekitar 17 kementerian dan lembaga (K/L), sehingga hampir 400 izin yang harus diselesaikan.
IDXChannel - Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai cadangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia telah menipis. Kondisi ini membuat investor asing melirik negara lain.
"Cadangan migas kita itu kecil ya. Maksudnya kita di Pasifik itu porsinya sangat kecil sekali. Sebagian besar Kanada, di Timur Tengah, kemudian ada di Amerika Utara," ujar Komaidi dalam sesi diskusi bertajuk 'Memikat Investor Hulu Migas Demi Ketahanan Nasional' di Jakarta Pusat, Senin (23/9/2024).
Selain pasokan migas yang minim, Komaidi memandang bahwa proses perizinan di Indonesia masih cukup rumit. Pasalnya, izin hulu migas melibatkan sekitar 17 kementerian dan lembaga (K/L), sehingga hampir 400 izin yang harus diselesaikan.
"Belum lagi kalau kita bicara antara pemerintah pusat dengan pemda (pemerintah daerah),” kata dia.
Sebagai perbandingan, di Kazakhstan, Chevron memiliki satu lapangan dengan cadangan minyak sebesar 7-8 miliar barel. Sedangkan di Indonesia, cadangan dari Sabang-Merauke hanya di kisaran 3 miliar barel.
"Mereka (Kazakhstan) satu lapangan itu 8 miliar barel. Jadi kalau katakanlah izinnya rumit sekalipun, sedang berprogres sekalipun, memang worth it untuk diperjuangkan. Nah, kita tidak menyadari itu," tuturnya.
Kemudian, sekalipun Afrika kerap dilanda konflik, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) seperti Chevron tidak menurunkan minat mereka untuk berinvestasi, mengingat besarnya cadangan migas di Benua Hitam tersebut.
Selain Afrika, cadangan minyak yang besar saat ini juga berada di Timur Tengah dengan porsi hampir 50 persen dari cadangan dunia. Begitupun untuk gas bumi, cadangan terbesar juga berada di Eropa Timur.
"Dari kondisi itu, tak heran banyak investor yang lebih tertarik untuk masuk menggarap hulu migas baik di Afrika, Timur Tengah, Amerika Utara, maupun Amerika Selatan," kata dia.
Komaidi menyebut, pemerintah harus belajar dari Amerika Utara maupun Amerika Selatan. Meski cadangan pada kedua kawasan itu tak sebesar Timur Tengah, tetapi setidaknya ada kebijakan yang pro terhadap kontraktor.
"Mereka itu pertama cadangannya lumayan besar meski tidak sebesar Timur Tengah, lalu kedua adalah kebijakan yang ibaratnya pro terhadap kontraktor," kata dia.
(NIA DEVIYANA)