Cegah Euforia Konflik di Afghanistan, BIN Patroli 24 Jam Awasi Medsos
Badan Intelijen Negara (BIN) melakukan patroli siber di media sosial (medsos) untuk mencegah euforia akan konflik Afghanistan.
IDXChannel - Pengambilalihan pemerintahan Afghanistan dinilai akan berdampak juga pada sejumlah masyarakat di Indonesia. Oleh karenanya, Badan Intelijen Negara (BIN) melakukan patroli siber di media sosial (medsos) untuk mencegah euforia berlebih.
Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto menyebut, patroli siber itu dilakukan pihaknya selama 24 jam penuh. Bahkan, BIN mengklaim telah menemukan sebuah gerakan yang mengarah ke Taliban berkelindan di medsos.
"Kami melakukan pemantauan-pemantauan dan patroli siber 24 jam dilakukan. Kita menemukan gerakan-gerakan yang sudah mengarah kesitu," tutur Wawan dalam diskusi daring yang digelar Divisi Humas Mabes Polri, Selasa (31/8/2021).
Dia meminta kepada masyarakat agar mewaspadai penyebaran paham terorisme yang saat ini gencar dilakukan melaui medsos. Pasalnya, kata Wawan, masyarakat cenderung meniru apa yang terjadi di Timur Tengah.
"Sudah banyak menanyakan kepada saya baik dari dalam maupun luar karena juga aktivitas porosan ini bisa memberikan dampak yang menimbulkan kekhawatiran. Di Indonesia banyak yang meniru dari apa yang terjadi di Timur Tengah sebagai pusaran konflik. Itu lah sebabnya literasi publik ini terus dilakukan," jelasnya.
Wawan memaparkan, gerakan terorisme bukanlah hal yang baru di Indonesia, sejak Indonesia merdeka bahkan pascareformasi sudah nampak adanya bibit itu. Menurutnya, hal itu disebabkan perbedaan pendapat maupun gesekan-gesekan yang terjadi di tataran politik.
Akan tetapi, terkhusus terminologi terorisme, Wawan menyebut itu bukan hanya berkaitan dengan agama, melainkan pula kelompok separatis. Salah satu contohnya adalah gerakan yang masif terjadi di Papua.
"Berdasarkan catatan sejarah penyebaran paham radikal, utamanya berbasis agama sudah lama terjadi di Indonesia. Di awal masa kemerdekaan muncul Darul ISLAM atau DI/TII dan NII yang gencar mengganti konstitusi dan ideologi Pancasila untuk membangun negara islam," ucapnya.
"Sedangkan di era Orde Baru muncul juga Komando Jihad di hingga Front Pembebasan Muslim Indonesia pada 1977. Sementara di era reformasi muncul gerakan Hizbut Tahrir, Majelis Mujahidin Indonesia, Jamaah Ansaharut Daulah. Terorisme radikalisme tak hanya menyangkut agama mengingat kelompok separatis di Papua belakangan juga telah dianggap sebagai teroris," katanya melanjutkan.
(IND)