ECONOMICS

Cukai Minuman Berpemanis Segera Berlaku, Waspada Inflasi di 2025

Nia Deviyana 14/01/2025 18:30 WIB

Kombinasi faktor domestik dan global akan memengaruhi risiko inflasi pada 2025. 

Cukai Minuman Berpemanis Segera Berlaku, Waspada Inflasi di 2025. Foto: MNC Media.

IDXChannel - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) memperkirakan Inflasi 2025 sedikit lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu sekitar 1,6-2,1 persen.

Kombinasi faktor domestik dan global akan memengaruhi risiko inflasi pada 2025

"Dari sisi domestik, penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) juga diantisipasi akan mendorong kenaikan harga di sektor makanan dan minuman," tulis LPEM FEB UI dalam Inflation Outlook 2025: Seri Analisis Makroekonomi, dikutip Selasa (14/1/2025).

 Kemudian, kebijakan pemerintah baru, seperti pengenaan pajak sebesar 12 persen diproyeksikan akan meningkatkan biaya barang dan jasa mewah. 

Kenaikan upah minimum juga diperkirakan akan meningkatkan biaya produksi, yang pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi. 

>

Risiko global terhadap meningkatnya inflasi impor juga semakin nyata, didukung oleh tren pelemahan rupiah akibat antisipasi pasar terhadap kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Terpilih Donald Trump, khususnya terkait tarif bea masuk. 

"Oleh karena itu, Bank Indonesia harus menjaga kebijakan moneter yang efektif untuk mengelola ekspektasi inflasi dan stabilitas nilai tukar. Langkah-langkah seperti penyesuaian suku bunga, intervensi pasar valuta asing, dan koordinasi dalam mengelola kebijakan fiskal akan menjadi kunci untuk menjaga inflasi dalam kisaran sasaran," kata LPEM FEB UI.

meski demikian, risiko perlambatan inflasi tetap ada karena kebijakan fiskal seperti bantuan pangan dan listrik, insentif bagi UMKM, dan subsidi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pembelian rumah (DTP). 

Program food estate yang digagas untuk mendukung program makan siang gratis juga berpotensi menciptakan efek berganda dalam memperlambat inflasi. Perbaikan infrastruktur logistik dapat meningkatkan efisiensi proses distribusi. 

Perlambatan daya beli rumah tangga juga dapat menyebabkan penurunan inflasi karena permintaan barang dan jasa cenderung melemah. 

Hal ini perlu diwaspadai karena pelemahan yang berkepanjangan dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. 

Dalam konteks ini, pemerintah diminta menyeimbangkan kebijakan yang bertujuan untuk mengendalikan inflasi dan kebijakan yang dirancang untuk merangsang konsumsi domestik. 

"Hal ini dapat dicapai melalui subsidi yang tepat sasaran, program untuk memperkuat pendapatan rumah tangga, dan kebijakan insentif untuk mendukung sektor bisnis strategis. Langkah-langkah ini penting untuk memastikan bahwa stabilisasi inflasi tidak mengorbankan momentum pertumbuhan ekonomi," kata LPEM FEB UI.

(NIA DEVIYANA)

SHARE