Curhat Ibu Rumah Tangga Soal Harga Minyak Goreng Mahal: Mau Gak Beli tapi Butuh
Masyarakat mengeluh harga minyak yang melambung tinggi sejak dua bulan terakhir.
IDXChannel - Masyarakat mengeluh harga minyak yang melambung tinggi sejak dua bulan terakhir. Alhasil berhemat adalah jalan ninja. Kendati demikian hal itu ternyata tidak berpengaruh, karena harga minyak terus menerus mengalami kenaikan.
Salah satu ibu rumah tangga, Umi Zahra (52) yang tengah berbelanja minyak goreng kemasan di warung mengaku bahwa dirinya sudah berusaha untuk menghemat pemakaian minyak goreng, berharap esoknya harga bisa lebih murah, namun justru harga terus naik.
"Saya awalnya udah ngirit karena tahu harga minyak naik. Tapi makin hari makin nambah naiknya, jadi sama aja. Mau nggak beli tapi butuh," ujarnya saat ditemui MNC Portal di salah satu warung di bilangan Bekasi, Selasa (9/11/2021).
Ia pun prihatin dengan para pedagang yang menjual minyak goreng baik itu kemasan maupun curah. "Kasihan juga pedagang-pedagang, untungnya nggak seberapa," ucapnya.
Di sisi lain, ibu rumah tangga sekaligus pemilik warung rumahan, Aura (37) mengaku keberatan dengan naiknya harga minyak. Meski demikian dirinya tetap menggunakan minyak goreng kemasan untuk kebutuhan masak harian di rumah.
"Meskipun mahal, mau tidak mau tetap dibeli karena itu kebutuhan rumah tangga," ungkapnya kepada MNC Portal Indonesia di warung miliknya.
Menurut pemilik warung ini, kondisi harga minyak yang terjadi saat ini bukan lagi naik, melainkan sudah ganti harga saking tingginya. Akibatnya, kerugian bukan saja dirasakan oleh pedagang saja tetapi pembeli pun turut kena imbasnya.
"Ini bukan naik lagi saya sebutnya, tapi sudah ganti harga. Dan ini merugikan sekali bagi para pedagang, termasuk pembeli. Apalagi pedagang-pedagang jajanan gorengan, nasi goreng, itu kalau beli minyak di sini. Mereka ngeluh," katanya.
Adapun harga minyak goreng yang dijual di warung Ibu Aura, minyak kemasan 2 liter dibanderol Rp 33 ribu, sebelumnya dihargai Rp 30 ribu. "Besok kalau saya beli untuk tambah stok, pasti harganya berubah lagi," sambungnya.
Seperti diketahui, belum lama ini Kementerian Perdagangan mengumumkan bahwa tren kenaikan harga CPO sudah terjadi sejak Mei 2020. Hal ini juga disebabkan turunnya pasokan minyak sawit dunia seiring dengan turunnya produksi sawit Malaysia sebagai salah satu penghasil terbesar.
Tak hanya itu, faktor pemicu lainnya, juga karena rendahnya stok minyak nabati lainnya, seperti adanya krisis energi di Uni Eropa, China, dan India yang menyebabkan negara-negara tersebut melakukan peralihan ke minyak nabati. Selain itu, gangguan logistik selama pandemi COVID-19, seperti berkurangnya jumlah kontainer dan kapal. (TIA)