Dear Pak Anies, Pengusaha Keberatan dengan Larangan Display Rokok
Asparindo mengatakan seruan ini akan berdampak pada sektor perdagangan eceran kecil seperti di pasar tradisional dan warung kelontong.
IDXChannel - Seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Rokok dinilai makin menambah tekanan bagi Industri Hasil Tembakau (IHT) dan juga industri retail secara garis besar.
Sebab seruan yang diteken pada 9 Juni 2021 tersebut meminta seluruh pengelola gedung Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pembinaan terhadap pemberlakukan kawasan larangan rokok. Salah satu poin utamanya adalah tidak memasang reklame dan display rokok, termasuk juga memajang kemasan produk rokok di tempat berniaga.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) Joko Setiyanto mengatakan seruan ini akan berdampak pada sektor perdagangan eceran kecil seperti di pasar tradisional dan warung kelontong.
"Rokok sendiri, merupakan salah satu komoditas utama dalam perdagangan di layer ini," ujarnya Kamis (23/9/2021). Menurut Joko, kebijakan ini justru mengabaikan upaya percepatan pemulihan ekonomi masyarakat yang terpukul oleh pandemi Covid-19.
Salah satu pemilik kios sederhana di kawasan Palmerah, Jakarta Barat Ade Sutisna cukup khawatir akan razia reklame rokok. Sebab, kios yang dimilikinya merupakan sponsor dari sebuah merek rokok yang memberikannya sebuah bangunan sederhana untuk berjualan.
“Toko saya ada embel-embel merek tertentu. Itu bagaimana nanti? Kalau harus beli kios baru itu saya tidak sanggup karena mahal,” katanya.
Bagi usaha kecil warung sederhana sepertinya, Ade mengaku rokok adalah salah satu produk yang menjadi tulang punggung kiosnya.
Reklame rokok merek tertentu juga dipasang sebagai sarana informasi ketersediaan produk. Tanpa reklame, dia mengatakan para pembeli tidak akan mengunjungi kiosnya karena menganggap warungnya tidak menjual produk yang diinginkan.
Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO), Tutum Rahanta mengatakan kebijakan tersebut kurang tepat dan tidak beralasan.
Kebijakan tersebut seolah memperlakukan produk IHT sebagai barang ilegal. “Padahal sebelum ini juga sudah sangat dibatasi dan kami semua patuh. Semua sudah ada aturan perdagangannya termasuk kewajiban seperti pajak yang kami patuhi,” katanya Tutum.
Menurutnya, larangan menampilkan produk IHT dan zat adiktif akan menekan roda perekonomian yang saat ini masih jauh dari kata normal, karena pandemi Covid-19 masih berlangsung.
Selain itu, Sergub juga bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi yakni PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang menyatakan bahwa produk rokok yang sah dan secara legal mendapatkan kepastian untuk dijual jika sudah memenuhi ketentuan yang diatur seperti kemasan, kandungan produk, perpajakan, dan rentetan aturan lainnya.
“Kami juga tidak sembarangan menjual di mana saja, harus jauh dari tempat ibadah dan jangkauan anak-anak,” kata Tutum.
(SANDY)