ECONOMICS

DJP Usut Dugaan Pemalakan Wajib Pajak oleh Oknum KPP Pratama Tigaraksa

Anggie Ariesta 23/10/2025 08:24 WIB

DJP tengah mengusut dugaan adanya oknum pegawai di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tigaraksa, Tangerang, Banten, yang memalak wajib pajak.

DJP Usut Dugaan Pemalakan Wajib Pajak oleh Oknum KPP Pratama Tigaraksa. (Foto: Inews Media Group)

IDXChannel - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah mengusut dugaan adanya oknum pegawai di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tigaraksa, Tangerang, Banten, yang memalak wajib pajak. Laporan tersebut diterima melalui layanan pengaduan Lapor Pak Purbaya.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengatakan pihaknya telah mengundang pelapor yang pertama kali melaporkan kasus tersebut. Namun, proses investigasi masih berjalan karena pelapor belum memberikan informasi yang dibutuhkan.

“Lagi kita investigate, belum dapat case-nya. Dari pelapor kita sudah undang. Saya belum bisa ini karena dari pelapor belum memberikan informasi,” ujar Bimo saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (22/10/2025).

Bimo menambahkan, perkembangan hasil penyelidikan kasus tersebut nantinya akan disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

“Nanti kita lihat, nanti Pak Purbaya sendiri,” tuturnya.

Sebelumnya, dugaan pemalakan wajib pajak oleh oknum account representative (AR) KPP Tigaraksa ini pertama kali diungkapkan oleh Purbaya pada pekan lalu.

Kasus tersebut muncul setelah adanya laporan yang masuk melalui layanan WhatsApp Lapor Pak Purbaya dengan nomor 082240406600, yang telah resmi dibuka sejak 15 Oktober 2025.

“Izin lapor tindak premanisme AR Pajak KPP Tigaraksa. Kalau itu minggu depan saya cek harus sudah rapi nih, enggak ada premanisme. Dia minta duit pasti maksa ya? Hebat juga ya kreatiflah. Oh ternyata betul saya pikir kalau kita ngomong di atas selesai, ternyata enggak. Ini birokrasi seperti itu,” kata Purbaya kepada awak media, Jumat (17/10/2025).

Purbaya juga menyoroti perilaku sebagian pejabat atau birokrat yang dianggap acuh terhadap arahan pimpinan.

Menurutnya, banyak pejabat yang berpikir bahwa masa jabatan menteri hanya empat atau lima tahun, sehingga mereka merasa aman meski berganti pimpinan.

“Banyak pejabat nakal yang berpikir bahwa masa jabatan menteri hanya empat atau lima tahun. Jadi mereka tidak peduli dengan imbauan atau peringatan dari menteri,” ujarnya.

(Febrina Ratna Iskana)

SHARE