ECONOMICS

DPR Usul Direktorat Mineral Kementerian ESDM Dipisah dan Jadi Lembaga Sendiri

Iqbal Dwi Purnama 19/07/2024 05:05 WIB

Makin menjamurnya praktik tambang ilegal tak lepas dari Undang-Undang Minerba

DPR Usul Direktorat Mineral Kementerian ESDM Dipisah dan Jadi Lembaga Sendiri (foto: MNC Media)

IDXChannel - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Maman Abdurrahman mengusulkan agar Direktorat Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dipisah menjadi lembaga tersendiri.

Usulan tersebut disampaikan Maman menyikapi makin maraknya kasus tambang ilegal, yang bahkan berujung pada bencana, lantaran kinerja operasional tidak sesuai dengan syarat-syarat keamanan yang sebenarnya telah diatur dalam pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Makin menjamurnya praktik tambang ilegal tersebut, dalam pandangan Maman, tak lepas dari disahkannya Undang-Undang Minerba, di mana dalam aturan tersebut perizinan IUP yang sebelumnya menjadi wewenang Pemerintah Kabupaten dan Provinsi, kemudian dikumpulkan ke Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM.

"Kita bisa bayangkan, betapa beban kerja (pemerintah) pusat jadi bertambah. Yang tadinya mungkin personel cuma 10 orang atau 20 orang ngurusin 500 IUP, sekarang mereka harus ngurusin hampir seribu IUP. Makanya kita mendorong ini jadi usulan kami, untuk segera memecah Direktorat Mineral (KESDM)," ujar Maman, dikutip dari laman resmi DPR RI, Kamis (18/7/2024).

Bukan tanpa alasan Maman mengusulkan hal tersebut. Sebab, di dalam Direktorat Mineral KESDM, di dalamnya meliputi nikel, bauksit, tembaga, emas, yang tentu dengan kompleksitas permasalahan yang berbeda-beda.

Kondisi tersebut berbeda dengan yang terjadi pada komoditas batubara yang sudah memiliki direktorat tersendiri.

"Tapi kalau yang (menjadi wewenang) di direktorat mineral itu banyak sekali. Ada emas tembaga dan lain-lain, sehingga kita mendorong ini agar ini dipecah, mungkin bisa dilihat berdasarkan pendekatan apa segala macam, tetapi kita mengusulkan agar (direktorat) ini dipecah. Supaya fokus kerja ESDM juga sudah mulai bebannya juga disebar didistribusikan ke beberapa direktorat khususnya mineral," ujar Maman.

Di lain pihak, Maman juga turut angkat bicara atas kejadian longsor di tambang emas ilegal di Desa Tulabolo, Kabupaten Bone Bolango, Kecamatan Suwawa Timur, Gorontalo.

Dalam keterangan resminya, Maman mengaku turut menyayangkan atas kejadian yang menewaskan 27 orang, dan 15 orang lainnya masih hilang tersebut. 

Menurut Maman, kejadian tersebut harusnya bisa diantisipasi jika semua pihak mengikuti aturan perundang-undangan yang ada. Mengingat hal ini juga terjadi karena kondisi ekonomi masyarakat.

"Karena perangkat-perangkat hukum, aturan-aturan perundang-undangan sebetulnya sudah memberikan ruang sebesar-besarnya untuk meminimalisir atau mengantisipasi terjadinya problematika tambang illegal di bawah. Ini kan berangkat dari kondisi ekonomi masyarakat yang sebetulnya ingin mencari tambahan untuk kebutuhan hidup. Maka dari itu sebetulnya kita melihatnya dari perspektif yang jauh lebih objektif," ujar Maman, dikutip dari laman resmi DPR RI, Kamis (18/7/2024).

Maman menjelaskan, di dalam Undang-Undang Minerba yang telah disahkan secara konstitusi, negara memberikan ruang atau kesempatan bagi masyarakat untuk memiliki izin pertambangan rakyat (IPR), di mana dalam izin tersebut tambang milik pribadi diberikan kesempatan kurang lebih 5 hektare, dan milik badan atau koperasi diberikan kurang lebih 10 hektare.

"Sebetulnya kita berikan ruang, namun memang mungkin nanti ke depan yang perlu kita dorong adalah sosialisasi kepada masyarakat-masyarakat dan kepala-kepala daerah. Ini memang dituntut untuk proaktif kepala daerah (baik) bupati dan gubernur di daerah masing-masing, itu sebetulnya sudah ada cantelan aturannya itu perundang-undangannya sebagai salah satu solusi untuk menangani situasi-situasi seperti ini," ujar Maman.

Namun, khusus untuk kejadian longsor di tambang emas ilegal di Gorontalo ini Maman mendorong para aparat penegak hukum yang memang harus berani menindaktegas oknum-oknum atau kelompok-kelompok yang memang masih memberikan ruang atau kesempatan pada praktek-praktek ini.

"Karena pada akhirnya yang dirugikan masyarakat dan negara, kenapa? yang seharusnya tadi negara bisa mengutip pendapatan di situ akhirnya tidak mendapat pendapatan, lalu akhirnya masyarakat juga jadi dirugikan korban nyawa korban segala macamnya, saya pikir disitu ya," ujar Maman.

Maman pun mendorong aparatur penegak hukum untuk mensosialisasikan terkait IPR tersebut. Karena, tegasnya, kata kunci dari persoalan ini salah satunya memang dukungan dari aparatur penegak hukum, baik itu di tingkat kabupaten, tingkat provinsi dan juga di pusat.

"Tidak kalah pentingnya kalau dari sisi yang lebih besar lagi yaitu realisasi percepatan pengurusan RKAB. Karena terkadang situasi ini terjadi karena approval RKAB terlambat, akhirnya orang ataupun pemilik-pemilik IUP lebih cenderung melakukan praktek-praktek Ilegal. Karena dia berpikir gua ngurusin yang legal-legal saja susah akhirnya mereka lebih memilih praktek yang ilegal. Jadi ini kompleks, tapi kalau dari sisi jangka pendeknya saya rasa segera untuk kepala daerah untuk mendorong pembentukan izin pertambangan rakyat di masing-masing daerahnya," ujar Maman.

Maman menambahkan, terkait dengan RKAB (Rencana Kegiatan Anggaran Biaya), harus dievaluasi proses pengurusannya. Karena saat ini seluruh pengurusan IUP dan RKAB dibebankan kepada pemerintah pusat, meski saat ini RKAB berlaku selama tiga tahun, tidak lagi satu tahun seperti sebelumnya, namun beban personel Kementerian ESDM yang mengurus hal tersebut juga perlu diperhitungkan. (TSA)

SHARE