Dugaan Suap Hak Guna Usaha Sawit, KPK Panggil Kepaka Kanwil BPN Riau
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kepala Kantor Wilayah Badan Pertahanan Nasional Provinsi Riau, M Syahrir.
IDXChannel - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kepala Kantor Wilayah Badan Pertahanan Nasional Provinsi Riau, M Syahrir untuk diperiksa terkait kasus dugaan suap perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing).
Syahrir bakal diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Andi Putra (AP). Andi merupakan Bupati Kuansing.
"Hari ini (17/11) pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi suap terkait perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuantan Singgigi Provinsi Riau," ujar Pelaksana tugas (Plt) Juru bicara KPK Ipi Maryati dalam keterangannya, Rabu (17/11/2021).
Diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan Bupati Kuansing Andi Putra (AP), dan General Manager (GM) PT Adimulia Agrolestari, Sudarso (SDR), sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing).
Andi Putra diduga telah menerima suap sebesar Rp700 juta secara bertahap dari Sudarso terkait pengurusan izin perpanjangan HGU sawit PT Adimulia Agrolestari. Uang sebesar Rp700 juta tersebut merupakan realisasi awal dari komitmen fee yang telah disepakati oleh keduanya.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka usai KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Kuansing, Riau, pada Senin, 18 Oktober 2021. Andi Putra dan Sudarso baru dibawa ke Jakarta pada hari ini karena masih harus menjalani pemeriksaan awal lebih dulu di Riau.
Atas perbuatannya, Sudarso selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan Andi Putra selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001. (TIA)