ECONOMICS

Erick Thohir Dorong Pertamina Tambah Impor Minyak dari AS hingga 30 Persen

Suparjo Ramalan 20/05/2025 17:19 WIB

Erick Thohir mendorong PT Pertamina (Persero) mengimpor lebih banyak crude oil alias minyak mentah dari Amerika Serikat (AS) hingga mencapai 30 persen.

Erick Thohir Dorong Pertamina Tambah Impor Minyak dari AS hingga 30 Persen. (Foto: Inews Media Group)

IDXChannel - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendorong PT Pertamina (Persero) mengimpor lebih banyak crude oil alias minyak mentah dari Amerika Serikat (AS).

Erick memproyeksi impor minyak mentah Pertamina dari AS bisa naik menjadi 25 hingga 30 persen. Saat ini impor minyak Pertamina dari AS masih rendah, hanya dikisaran 4 persen.

Tak hanya itu, persentase impor crude oil juga lebih rendah dibandingkan dengan liquified petroleum gas (LPG). Sehingga ada ruang untuk meningkatkan jumlah tersebut, sekaligus upaya diversifikasi sumber energi dan penguatan kerja sama Indonesia dan Paman Sam.

"Kalau crude oil, hari ini kita baru 4 persen, artinya kita bisa shifting kebutuhan crude oil kita dibandingkan misalnya LPG," ujar Erick dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Namun demikian, rencana itu belum final. Sebab, Pertamina harus melewati sejumlah tahapan dan harus disepakati pemerintah dan DPR RI. 

"Ini tentu masih tahap-tahap yang belum putus Bapak-Ibu, apakah nanti crude oil ini kita bisa naikkan jumlahnya dari 4 persen misalnya ke 30 persen atau 25 persen,” kata Erick. 

“Nah tentu ini balance antara transaksi perdagangan ini yang kita jaga, sampai kita didominasi kebutuhan oleh satu negara ini yang supply chain yang kita harapkan," lanjutnya.

Untuk LPG, Erick menyampaikan ketergantungan Indonesia terhadap impor dari AS sudah sangat tinggi. Tercatat, 57 persen kebutuhan LPG nasional berasal dari negara tersebut.

Dengan kondisi tersebut, Erick menyebut rencana impor juga perlu menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi nasional dengan ketahanan pasokan. 

Dia mengingatkan dominasi pasokan dari satu negara bisa menimbulkan risiko, apabila terjadi gangguan pada rantai pasok global, seperti bencana alam atau masalah logistik.

"Nah apakah kita akan menaikkan terus, ini yang tentu kami lagi memohon pertimbangan, karena jangan sampai ketergantungannya terlalu maksimal, kalau tiba-tiba dari pihak Amerika sedang ada kendala, misalnya bencana alam atau supply chain-nya terganggu, takutnya kita nanti tidak ada pengganti," ucap Erick. 

(Febrina Ratna Iskana)

SHARE