ECONOMICS

Eropa hingga China Alami Krisis Energi, Ini yang Bisa Dilakukan Indonesia

Oktiani Endarwati 12/10/2021 11:51 WIB

Krisis energi di Eropa menjadi pelajaran bagi banyak negara, terutama Indonesia untuk dapat menjaga ketahanan energinya.

Krisis energi di Eropa menjadi pelajaran bagi banyak negara, terutama Indonesia untuk dapat menjaga ketahanan energinya. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Krisis energi di Eropa menjadi pelajaran bagi banyak negara, terutama Indonesia untuk dapat menjaga ketahanan energinya dengan mengurangi ketergantungan pada pasar energi fosil, mempersiapkan secara matang transisi energi, dan melakukan diversifikasi energi, terutama energi terbarukan.

Director Economic Consulting Associates (ECA) UK William Derbyshire mengatakan, ketergantungan Inggris terhadap energi fosil tercermin pada bauran pembangkit listriknya yang menempatkan porsi gas sebanyak 42%. Sementara untuk energi terbarukan hanya didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dengan porsi sebesar 16%.

"Jika krisis energi yang terjadi disebabkan oleh karena melonjaknya harga energi fosil, maka solusinya adalah melepas ketergantungan dari energi fosil dan beralih ke energi bersih," ujarnya dalam webinar bertajuk Energy Crisis in UK and Europe dikutip Selasa (12/10/2021).

Menurut dia, sejauh ini, PLTB menjadi andalan Inggris untuk menghasilkan listrik dari pembangkit energi terbarukan. Namun, PLTB ini mempunyai variabilitas yang tinggi meskipun dapat diprediksi dari catatan historis pola dan kecepatan angin di suatu titik tertentu. 
 
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, krisis energi memberikan pelajaran bagi Indonesia untuk mempercepat transisi energi menuju energi terbarukan. Menurutnya, cadangan energi terbarukan di Indonesia yang melimpah merupakan kekuatan bagi Indonesia untuk berpindah dari energi fosil. 

Selain itu, untuk mencegah bertumpu pada satu sumber energi saja, Indonesia perlu melakukan diversifikasi pasokan energi dan meningkatkan energi efisiensi.

"Meningkatkan bauran energi terbarukan juga harus memikirkan penyimpanan energi dalam durasi waktu yang lama (long-term energy storage). Interkoneksi antar pulau dibutuhkan untuk mengatasi perbedaan permintaan energi antar pulau. Selanjutnya dalam perencanaan peta jalan transisi energi, perlu pula menyiapkan instrumen safeguard untuk melindungi akses energi bagi keluarga miskin," jelasnya.

Fabby berpendapat agar setiap pihak dapat mengkomunikasikan dengan benar tentang krisis energi yang terjadi di UK dan Eropa sehingga tidak ada kesalahan informasi yang menimbulkan kepanikan di masyarakat.

"Indonesia sendiri tidak perlu khawatir terhadap krisis energi yang terjadi di Eropa, China, Inggris, India, karena Indonesia mempunyai keunggulan untuk merancang transisi energi menuju dekarbonisasi lebih awal dengan lebih baik," tandasnya. (TIA)

SHARE