ExxonMobil dan Chevron Tetap Untung Besar di Tengah Tekanan Harga Minyak
Raksasa minyak dan gas (migas) berbasis Amerika Serikat (AS) ExxonMobil dan Chevron dilaporkan memperoleh laba tahunan terbesar kedua dalam satu dekade.
IDXChannel - Raksasa minyak dan gas (migas) berbasis Amerika Serikat (AS) ExxonMobil dan Chevron dilaporkan memperoleh laba tahunan terbesar kedua dalam satu dekade pada Jumat (2/2/2024).
Kenaikan laba dua raksasa swasta migas ini akibat lonjakan produksi minyak AS, di tengah penurunan harga minyak yang mengurangi pendapatan dari rekor yang dicapai pada 2022.
Perusahaan-perusahaan besar minyak AS sepanjang tahun lalu meningkatkan produksi mereka secara tajam. Kondisi ini juga memicu kemunduran atas komitmen mereka untuk mengurangi emisi.
Melansir Financial Times, Jumat (22/2), Exxon membukukan laba bersih setahun penuh sebesar USD36 miliar, turun dari USD55,7 miliar pada tahun sebelumnya, namun merupakan laba terbesar sejak 2012.
Sementara laba bersih Chevron sebesar USD21,4 miliar turun dari USD35,5 miliar pada tahun sebelumnya, namun merupakan yang terkuat sejak tahun 2013.
Kepala keuangan Exxon Kathryn Mikells memuji kondisi ini sebagai “akhir yang baik dari tahun yang luar biasa”.
Berkat laporan moncer ini saham Chevron ditutup naik 3 persen pada perdagangan jelang akhir pekan, sementara Exxon justru turun 0,45 persen.
Harga komoditas yang melambung pasca invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina mendorong perusahaan minyak dan gas secara global mencatat keuntungan pada tahun 2022.
Kedua perusahaan supermajor AS tersebut juga dilaporkan meningkatkan produksi dalam negeri pada 2023, sehingga berkontribusi terhadap lonjakan produksi AS yang mengejutkan pasar dan membantu membatasi kenaikan harga bahkan ketika kelompok eksportir minyak OPEC+ menerapkan pengurangan produksi secara besar-besaran.
Diketahui sebelumnya AS memproduksi 13,3 juta barel minyak per hari pada bulan November, menurut data Badan Informasi Energi (EIA). Angka ini lebih banyak dibandingkan negara mana pun dalam sejarah.
Sebagian besar pertumbuhan produksi terfokus pada lapangan migas Permian Basin, yang membentang di Texas dan New Mexico.
Exxon membukukan gabungan produksi minyak pada 2023 di Permian dan Guyana naik 18 persen. Produksi minyak AS secara keseluruhan naik menjadi 851.000 barel per hari selama periode yang sama dari 789.000 barel per hari pada tahun lalu.
Di lain pihak, Chevron meningkatkan produksi di Permian sebesar 10 persen 2023, meskipun terdapat kesulitan dengan produktivitas sumur-sumur tua di ladang minyak pada awal tahun. Perusahaan ini memproduksi 1,16 juta barel per hari di AS pada kuartal tersebut dibandingkan 895.000 barel per hari sebelumnya, sebagian didorong oleh aksi akuisisi terhadap PDC Energy.
“Kami memiliki kuartal yang kuat dan hal ini benar-benar dipimpin oleh rekor produksi di Permian. Selalu ada hal-hal yang terjadi, tetapi kami berhasil mewujudkan rencana tersebut,” kata chief financial officer Chevron, Pierre Breber, kepada Financial Times.
Tak Patuh Desakan Perubahan Iklim
Kedua perusahaan tersebut mendapat kecaman karena meningkatkan produksi bahan bakar fosil di tengah peringatan bahwa dunia perlu mengurangi emisi untuk membendung dampak terburuk perubahan iklim.
Dua investor pada hari Jumat juga dikabarkan menarik resolusi iklim di Exxon setelah perusahaan tersebut menggugat untuk memblokir suara pemegang saham terhadap resolusi tersebut, dalam perkembangan yang mungkin berdampak buruk pada aktivisme tersebut.
Exxon dan Chevron telah berkomitmen untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bahkan ketika beberapa pesaing mereka di Eropa telah beralih ke sumber daya terbarukan seperti tenaga angin dan surya.
Kedua perusahaan pada bulan Oktober mengumumkan kesepakatan besar untuk mengakuisisi pesaingnya, yang sedang ditinjau oleh regulator AS.
Exxon membeli Pioneer Natural Resources, produsen terbesar di Permian, seharga USD60 miliar, sementara Chevron membayar USD53 miliar untuk Hess, yang memberikan mereka akses ke penemuan cadangan migas Guyana serta aset di serpih Bakken di North Dakota.
Fokus perusahaan-perusahaan besar di bidang minyak dan gas di AS telah memungkinkan mereka untuk menghadapi gelombang harga yang tinggi namun juga menarik perhatian yang semakin besar dari para pemerhati perubahan iklim.
Chevron baru-baru ini dituduh tertinggal dibandingkan produsen lain dalam aksi iklim dan memilih untuk tidak menandatangani piagam dekarbonisasi pada konferensi COP28 di Dubai. Chevron juga menjadi satu-satunya perusahaan besar di luar program pelaporan metana yang dipimpin PBB yang ditandatangani Exxon pada bulan November.
Breber menepis kritik tersebut, dan menunjuk pada investasi perusahaan dalam bisnis rendah karbon seperti biofuel, hidrogen hijau, dan penangkapan karbon.
Di lain pihak, Exxon bulan lalu mengambil langkah yang tidak biasa dengan menggugat investor aktivis iklim Follow This dan Arjuna Capital karena menghalangi resolusi emisi untuk tidak muncul pada pertemuan tahunan.
Setelah para investor menarik mosi tersebut dengan Exxon mengatakan pihaknya masih akan melanjutkan gugatan tersebut.
“Kami mendukung hak investor untuk mengajukan proposal, namun proses untuk mengecualikan proposal proksi adalah sebuah kelemahan, karena para aktivis yang menyamar sebagai investor yang membuat proposal yang sama dari tahun ke tahun hanya mendapatkan sedikit dukungan dalam prosesnya,” kata Mikell.
Kedua perusahaan meningkatkan belanja modal sepanjang tahun ini karena Wall Street mengurangi batasan pada kemampuan belanja industri. Pengeluaran Exxon naik dari USD22,7 miliar menjadi USD26,3 miliar, sementara pengeluaran Chevron naik dari USD12 miliar menjadi USD15,8 miliar.
Laba bersih Exxon untuk kuartal keempat adalah USD7,6 miliar dibandingkan dengan USD12,8 miliar pada tahun sebelumnya. Sementara laba bersih Chevron turun dari USD6,4 miliar menjadi USD2,3 miliar.
(SLF)