Gabungan Pabrik Rokok Ungkap Tembakau Naik Bikin PDB Turun Rp4 Triliun
Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) masih mengkritisi kebijakan pemerintah untuk menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) dalam tiga tahun terakhi
IDXChannel - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) masih mengkritisi kebijakan pemerintah untuk menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) dalam tiga tahun terakhir. Mereka mengungkapkan telah terjadi penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai imbas dari kenaikan itu.
Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan mengungkapkan, berdasarkan kajian Tim GAPPRI pada 2019, dampak ekonomi dari keberadaan industri rokok terhadap perekonomian Indonesia cukup besar. Pada 2019, diperkirakan output yang tercipta dari keberadaan industri ini mencapai Rp 840,9 triliun.
Menurutnya, keberadaan industri rokok juga akan berdampak pada peningkatan nilai tambah ekonomi yang diukur oleh Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Pada 2019, keberadaan industri rokok diperkirakan berkontribusi pada penciptaan PDB sebesar Rp 454,8 triliun.
“Nilai tersebut setara dengan 2,9% PDB 2019. PDB tersebut terkumpul dari hampir seluruh aktifitas perekonomian, karena begitu luasnya keterkaitan langsung dan tidak langsung industri rokok, dan kontribusinya bagi penciptaan pendapatan rumah tangga nasional sebesar Rp141 triliun,” terang Henry Najoan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/1/2022).
Sementara, lanjut dia, penciptaan lapangan kerja pun diperkirakan sebanyak 4,6 juta orang. Dari segi penerimaan negara, diperkirakan pemerintah pusat menerima pajak tidak langsung sebesar Rp91,3 triliun rupiah, cukai hasil tembakau sebesar Rp188,8 triliun pada tahun 2021 dan sejumlah pajak penghasilan badan, pajak penhasilan karyawan, dan PPN.
Sayangnya, kenaikan tarif cukai yang eksesif 2 tahun ini, berdampak negatif pada PDB industri hasil tembakau legal dan perekonomian secara umum, mengingat keterkaitan rantai nilai industri hasil tembakau legal sangat panjang.
Merujuk data resmi GAPPRI, sejak tahun 2019 ke tahun 2021 khusus hanya PDB riil industri hasil tembakau legal turun sekitar Rp8,4 triliun. Artinya, terjadi penurunan produksi yang diukur secara monoter.
Kendati dimasukkan inflasi dan faktor kenaikan harga lainnya yang terlihat pada nilai PDB nominal, PDB nominal IHT pada tahun 2020 turun sebesar Rp5,03 triliun, sementara pada tahun 2021 turun lagi sebesar Rp4,00 triliun.
Menurut Henry Najoan, penurunan PDB riil dan PDB nominal ini mengindikasikan bahwa industri hasil tembakau legal menjadi korban kebijakan cukai yang seyogianya diberi bantuan penyelamatan oleh pemerintah sesuai amanat UU No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional.
“Mengingat dampaknya yang besar, kami memandang perlu arah kebijakan cukai hasil tembakau yang memberikan kepastian iklim usaha yang sehat demi kelangsungan industri hasil tembakau nasional,” pungkasnya. (TYO)