ECONOMICS

Hadapi Covid-19, Dana Perlindungan Sosial RI Hanya 1,1 Persen dari PDB

Advenia Elisabeth/MPI 21/07/2021 19:26 WIB

Dana perlindungan sosial yang diberikan pemerintah kepada masyarakat masih terlalu kecil yaitu sebesar 1,1 persen dari PDB.

Dana perlindungan sosial yang diberikan pemerintah kepada masyarakat masih terlalu kecil yaitu sebesar 1,1 persen dari PDB. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menekankan dana perlindungan sosial yang diberikan pemerintah kepada masyarakat masih terlalu kecil yaitu sebesar 1,1 persen dari PDB. Pasalnya di tengah kondisi pandemi Covid-19 masyarakat sangat bergantung pada bantuan tersebut.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah menambah anggaran perlindungan sosial dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 sebesar Rp33,98 triliun, dari Rp153,86 triliun menjadi Rp187,84 triliun. Peningkatan tersebut disebabkan karena adanya beberapa perpanjangan dan perluasan program perlindungan sosial dalam merespons PPKM Darurat yang berlaku sejak 3 Juli 2021. 

“Yang jadi concern saya adalah porsi dana perlindungan sosial terlalu kecil. Rp187 triliun cuma setara 1,1% dari PDB mana cukup untuk melindungi masyarakat selama PPKM Darurat,” ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Rabu (21/7/2021).  

Berhubungan dengan itu, menurutnya alokasi anggaran infrastruktur yang dialokasikan pemerintah sebesar Rp417,4 triliun bisa dipangkas minimum 50-70% untuk penanganan pandemi dan stimulus ekonomi yang tidak sedikit. Sebab untuk saat ini pembangunan infrastruktur belum genting dan dapat ditunda sementara waktu.

“Belanja-belanja yang gemuk justru terlambat direalokasi seperti proyek infrastrutkur itu,” terang dia.

Sementara itu, terkait bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah kepada masyarakat yang terkena dampak PPKM Darurat, bagi Bhima bantuan tersebut hanya diperuntukkan untuk menjaga daya beli masyarakat namun terbatas pada kelompok 40% terbawah yang kontribusi terhadap total pengeluaran sebesar 17%.

“Jadi sekedar jaga daya beli agar orang miskin tidak semakin banyak. Kalau mendorong daya beli secara nasional belum bisa,” ucapnya.

Saat disinggung mengenai perlindungan sosial yang cukup menyita perhatian banyak pihak, Bhima menuturkan bahwa pengawasan perlindungan sosial ini rumit dalam implementasi, hal ini lantaran program yang dibuat banyak. Sehingga berakibat proses pencairan jadi lambat.

Misalnya, kata dia, ada Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa namun baru direalisasikan 19,4%. Menurutnya, nilai tersebut sangat rendah. “Kepala Desa dan Bupati mungkin khawatir soal data penerima yang belum sinkron dari pusat sampai desa,” tandasnya. (TIA)

SHARE