Harga BBM Naik Fenomena Global, Pengamat: Meski Pahit, Harus Bisa Dipahami
Kenaikan harga BBM sebagai fenomena global karena hampir semua negara, termasuk produsen besar minyak seperti Arab Saudi telah melakukannya.
IDXChannel - Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tak dapat dihindari.
Bahkan, dia menyebut kenaikan harga BBM sebagai fenomena global karena hampir semua negara, termasuk produsen besar minyak seperti Arab Saudi telah melakukannya.
Dia juga menyebut harga BBM di Indonesia lebih murah ketimbang produsen minyak utama Arab Saudi.
"Meski pahit, kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi harus bisa dipahami dengan baik," kata Faisal Basri di Jakarta, Rabu (6/9/2022).
Dia juga menilai kebijakan pengalihan subsidi bahan bakar minyak jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax ke program perlindungan sosial sebagai desain yang tepat untuk APBN. Sebab, hal tersebut menunjukkan wujud kehadiran negara dalam melindungi masyarakat rentan.
Langkah lainnya yang harus segera diambil pemerintah, menurut dia, memitigasi dampak potensi kenaikan inflasi serta mengurangi tekanan pada masyarakat yang rentan secara ekonomi.
"Gunakan semua instrumen untuk meringankan beban rakyat," kata dia.
Faisal memaparkan dalam teori ekonomi salah satu tujuan dari kebijakan subsidi adalah redistribusi. Artinya, subsidi diberikan agar distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Dengan menetapkan harga lebih murah, masyarakat miskin dapat membeli barang yang disubsidi tersebut.
Namun pada kenyataannya, untuk subsidi BBM tidak sejalan dengan tujuan tersebut.
"Sebab, realitanya hanya sedikit orang miskin yang menggunakan BBM bersubsidi, jauh dibandingkan dengan jumlah orang kaya yang memanfaatkannya. Padahal subsidi BBM membutuhkan anggaran sangat besar," katanya.
Presiden Jokowi sebelumnya pernah menyebutkan mayoritas atau 70% subsidi BBM justru dinikmati kelompok masyarakat mampu secara finansial, yakni para pemilik mobil pribadi.
Pada saat bersamaan, pemerintah melihat urgensi memperkuat program perlindungan sosial kepada masyarakat tak mampu di tengah turbulensi geopolitik dunia saat ini semakin tinggi.
Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan mengatakan langkah mempertajam subsidi kepada kelompok paling rentan sangat mendesak dan harus menjadi prioritas karena mempertimbangkan stabilitas dan ketahanan ekonomi.
Data analisis intelijen ekonomi menunjukkan situasi global saat ini akan terus memberikan tekanan ekonomi ke seluruh negara. Alhasil, dampaknya akan sangat terasa di kalangan yang rentan secara ekonomi.
Oleh karena itu, pemerintah mengalihkan sebagian subsidi energi yang kurang efektif tersebut. Dengan begitu, diharapkan tekanan kepada kalangan ekonomi rentan tidak turun ke level kemiskinan akut bahkan absolut akibat kenaikan harga pangan dan kebutuhan dasar sehari-hari.
Ada tiga macam bantuan sosial yang diberikan pemerintah sebagai bentuk pengalihan subsidi BBM.
Pertama, Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM senilai Rp12,4 triliun bagi 20,65 juta keluarga kurang mampu dengan nominal Rp150.000 per bulan yang akan diberikan selama empat bulan terhitung sejak September 2022.
Kedua, bantuan subsidi upah senilai Rp600 ribu per orang untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan dengan total anggaran mencapai Rp9,6 triliun. Ketiga, bantuan subsidi transportasi yang akan diberikan pemerintah daerah dengan menggunakan 2% dana transfer umum untuk bantuan angkutan umum, ojek daring, dan juga nelayan dengan nilai mencapai Rp2,17 triliun.
Berbagai bantalan sosial itu diberikan untuk memberikan perlindungan efektif terhadap masyarakat rentan akibat kenaikan harga BBM. Hal ini pula yang melatarbelakangi keputusan pengalihan subsidi agar fokus kepada masyarakat yang paling membutuhkan bantuan. (NIA)