ECONOMICS

Industri Minuman Ringan Belum Pulih Sejak Pandemi, Pengusaha Khawatirkan Cukai

Tangguh Yudha 22/08/2024 16:59 WIB

Ketua Umum ASRIM Triyono Prijosoesilo menyatakan pertumbuhan industri minuman minus 2,3 persen tahun lalu.

Industri Minuman Ringan Belum Pulih Sejak Pandemi, Pengusaha Khawatirkan Cukai. (Foto: Freepik)

IDXChannel—Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) menyatakan kondisi industri minuman domestik belum membaik sejak pandemi COVID-19, Ketua Umum ASRIM Triyono Prijosoesilo menyatakan pertumbuhan industri minuman minus 2,3 persen tahun lalu. 

Dia juga mengkhawatirkan kontraksi dan kondisi industri minuman domestik akan berlangsung hingga akhir 2024. Pada periode 2020-2022, pertumbuhannya malah tercatat stagnan, alias nol persen. 

Menurut Triyono, kontraksi ini tak lepas dari kenaikan harga barang pokok yang berdampak pada penurunan minat masyarakat untuk mengonsumsi produk minuman yang notabene adalah kebutuhan sekunder. 

Wacana pengenaan cukai minuman berpemanis pun turut berkontribusi, membuat industri minuman ringan kian sulit bangkit ke kondisi sebelum pandemi COVID-19. 

"Kita lihat harga barang pokok banyak yang naik, mau enggak mau industri minuman yang mengandalkan produk yang sifatnya sekunder akan dipertimbangkan. Ditambah isu cukai minuman berpemanis, ini menjadi tantangan bagi industri minuman," ujar Triyono.

Seperti yang telah diberitakan, pemeritnah berencana untuk memberlakukan cukai minuman berpemanis mulai 2025. Selain menambah perolehan untuk target cukai Rp244,19 miliar, langkah ini juga dimaksudkan untuk menekan risiko diabetes. 

Namun Triyono berharap agar pemerintah lebih berhati-hati sebelum memberlakukan kebijakan. Dia berharap jangan sampai regulasi yang diberlakukan justru mengancam keberlanjutan industri tanah air. 

Triyono juga berpendapatan pemberlakuan cukai minuman berpemanis tidak akan efektif untuk menekan risiko diabetes di Indonesia, karena tidak banyak orang Indonesia yang mengonsumsi produk tersebut. 

“Karena bahasa yang selalu dibawa pemerintah itu terkait dengan isu kesehatan, bagaimana cukai ini bisa membantu memitigasi maupun mengelola risiko penyakit, kami melihatnya sebagai hal yang mustahil,” kata Triyono, Kamis (22/8).

Menurutnya, konsumsi pangan masyarakat lokal terbagi dalam dua kategori, yakni pangan olahan dan non-olahan. Industri minuman siap saji tergolong sebagai pangan olahan, kontribusinya lebih kecil dibanding pangan non-olahan, yakni hanya sekitar 30 persen saja. 

Sementara pangan non-olahan berkontribusi sekitar 70 persen dari konsumsi masyarakat. Sehingga, dianggap kurang tepat sasaran jika pemerintah bersikeras menerapkan aturan cukai minuman berpemanis. 

“Kalau memang pemerintah tetap kukuh menerapkan cukai minuman berpemanis untuk memperbaiki tingkat kesehatan  masyarakat, kami melihatnya mustahil. Karena hanya membidik bagian yang sempit,” kata Triyono.

SHARE