ECONOMICS

Inflasi AS Diperkirakan Naik Lagi, Apa Bahayanya Buat Indonesia?

Rizky Fauzan 11/07/2022 13:08 WIB

Sejumlah ekonomi telah memprediksi angka inflasi di Amerika Serikat (AS) pada Juni 2022 akan kembali bertambah ke level 8,7 persen. Apa bahayanya buat Indonesia

Inflasi AS Diperkirakan Naik Lagi, Apa Bahayanya Buat Indonesia? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Sejumlah ekonomi telah memprediksi angka inflasi di Amerika Serikat (AS) pada Juni 2022 akan kembali bertambah ke level 8,7 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 8,6 persen.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan jika inflasi pada Juni di Amerika Serikat cenderung meningkat dibanding bulan sebelumnya. Maka pasar keuangan di negara berkembang kembali bergejolak.

Menurut dia, risiko stagflasi semakin memperberat prospek pemulihan ekonomi secara global, dikarenakan inflasi tinggi tapi kesempatan kerja terbatas. Ditambah tekanan terhadap rupiah akan semakin massif.

"Nilai tukar rupiah diperkirakan melemah hingga Rp15.200-Rp15.500 per dolar karena pengalihan dana ke dolar AS sebagai aset yang aman terus berlanjut," ujar saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (11/7/2022).

Dengan inflasi yang tinggi, Bhima mengaku khawatir bila the Fed akan melakukan tindakan agresif kembali, yakni dengan cara menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin seperti bulan sebelumnya.

"Fed rate dikhawatirkan naik secara agresif dan timbulkan tekanan pada naiknya suku bunga di berbagai negara," lanjut Bhima.

Kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) diprediksi akan memberikan dampak berat bagi ekonomi Indonesia, salah satunya, membuat rupiah terus melemah. 

Apalagi, bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve alias the Fed kembali memberikan sinyal untuk kenaikan suku bunga pada Juli ini. Kebijakan ini dilakukan lantaran kenaikan suku bunga sebelumnya belum mampu menekan inflasi.

Bank sentral AS (Federal Reserve) sebelumnya telah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin atau 0,75 persen menjadi 1,75 persen pada Rabu (15/6/2022) lalu, demi menekan harga barang yang terus melonjak.

Seperti diketahui, stagflasi adalah peristiwa ekonomi yang tidak biasa ketika stagnasi dan inflasi terjadi dalam satu waktu yang sama. Kondisi Stagflasi sangat kontradiktif, karena pertumbuhan ekonomi lambat bahkan cenderung mengarah ke tingkat pengangguran yang tinggi, namun harga terus mengalami kenaikan. (TYO)

SHARE