Ingin Belanja Offline Kembali Menggeliat? Pemerintah Disarankan Lakukan Ini
Pemerintah disebut bisa menerapkan skema perpajakan dalam membendung tren belanja online di e-commerce atau social commerce.
IDXChannel - Pemerintah disebut bisa menerapkan skema perpajakan dalam membendung tren belanja online di e-commerce atau social commerce. Caranya dengan menerapkan pajak yang relatif lebih tinggi.
Sehingga, diharapkan dengan cara tersebut akan tercipta keadilan antara belanja online dengan langsung di toko (offline).
"Itu yang kemudian bisa membuat equality, masyarakat tetap bisa belanja di pasar Tanah Abang," ujar Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro dalam acara Media Gathering Kemenkeu APBN 2024 di Bogor, Selasa (26/9/2023).
Namun demikian, kata dia, juga diperlukan suatu pengawasan yang baik. Hal ini agar e-commerce atau social commerce tetap menerapkan kebijakan tersebut secara tepat dan benar.
"Sosmed tetap, tapi dengan screening dan pengawasan yang baik, misalnya pajaknya," jelas dia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Kemenkeu Ihsan Priyawibawa menegaskan, TikTok Shop hingga saat ini belum dikenakan pajak e-commerce. Padahal, perusahaan tersebut sudah melakukan transaksi jual-beli sejak beberapa bulan terakhir.
Namun, pihaknya akan mempelajari model bisnis TikTok jika perusahaan tersebut mendaftar menjadi e-commerce. Dia memastikan, perlakuannya juga akan tetap sama dengan e-commerce lainnya.
"Artinya apakah TikTok sebagai wajib pajak dalam negeri atau luar negeri. Jadi kita akan pelajari dulu model bisnis yang akan dilakukan TikTok," tutur dia.
Sebagai informasi, pemerintah resmi merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 50 Tahun 2020 Tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Dalam aturan anyar tersebut, pemerintah melarang sosial media digabungkan dengan e-commerce atau biasa disebut social commerce.
Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki mengatakan, pemisahan sosial media dengan e-commerce berdasarkan arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Tadi sudah clear arahan Presiden social commerce harus dipisah dengan e-commerce dan ini kan sudah antre banyak social commerce juga yang mau menjadi punya aplikasi transaksi," kata Teten usai melakukan rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (25/9/2023).
Teten mengatakan, pengaturan semacam itu penting untuk menciptakan perdagangan yang adil antara perdagangan offline dan online.
"Karena di offline diatur demikian ketat, tapi online masih bebas. Kuncinya di revisi Permendag tadi yang disampaikan oleh pak Mendag (Zulkifli Hasan)," tuturnya.
Ditambahkan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, platform social commerce nantinya hanya diperbolehkan untuk melakukan promosi namun tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi.
"Bayar langsung nggak boleh lagi. Dia (social commerce) hanya boleh untuk promosi. Seperti TV ya, TV kan iklan boleh kan, tapi TV kan enggak bisa terima uang. Jadi dia semacam platform digital. Tugasnya mempromosikan," kata Zulhas.
(YNA)