ECONOMICS

Jam Operasional Dibatasi, Ini Strategi Agar Bisnis Restoran Bertahan di Tengah Pandemi

Dinar Fitra Maghiszha 08/08/2021 15:22 WIB

Kebijakan buka-tutup pembatasan dari pemerintah mustinya menjadi dasar bagi pemain kafe-resto menyesuaikan marketing bisnis mereka.

Jam Operasional Dibatasi, Ini Strategi Agar Bisnis Restoran Bertahan di Tengah Pandemi (FOTO:MNC Media)

IDXChannel  - Seiring merebaknya varian baru Covid-19 yang merenggut banyak korban jiwa, berdampak besar juga bagi para pelaku usaha, khususnya pemain bisnis kafe dan resto. 

Bak 'Sudah jatuh tertimpa tangga' Covid-19, sejumlah pemilik usaha ini terpukul ketika pelarangan pertemuan fisik telah menjerat aktivitas, ditambah dengan buka-tutup penerapan pembatasan. 

Berbagai pemilik usaha kafe dan resto sempat melayangkan protes kepada pemerintah, seperti rencana pengibaran bendera putih, mediasi dengan aparat, hingga yang paling ekstrem ke arah percobaan bunuh diri yang baru-baru ini terjadi di Bandung, Jawa Barat. 

Pemerintah sampai saat ini masih menerapkan buka-tutup kebijakan pembatasan sosial, mengingat naik-turunnya angka harian pasien virus corona. 

Fenomena yang terjadi dalam kurun waktu satu setengah tahun ini menjadi tantangan bagi bisnis kuliner untuk terus bertahan hidup selama pandemi

Pengamat Bisnis dan Pemasaran Yuswohady menyebut bahwa kebijakan buka-tutup pembatasan dari pemerintah mustinya menjadi dasar bagi pemain kafe-resto menyesuaikan marketing bisnis mereka. 

"Nah itu kalo planning untuk resto itu kan setengah mati karena begitu ditutup langsung drop, begitu dibuka merangkak naik, ketika sudah mulai naik (pengunjungnya) ditutup lagi, drop lagi, begitu terus, itu yang terjadi selama satu tahun terakhir," kata Yuswo saat dihubungi MNC Portal, Minggu (8/7/2021). 

Untuk merespons fenomena ini, menurut Yuswo, pelaku bisnis perlu mengubah strategi pemasaran kafe-resto tidak hanya berlandaskan konsep 'dine-in atau makan di tempat' melainkan adaptasi digital melalui instant-delivery maupun pemanfaatan sosial media. 

Kedua hal ini bisa dicapai dengan cara 'Goes Kitchen', atau dapur tanpa kursi pengunjung yang dinilai dapat mengurangi beban pendapatan seperti karyawan, listrik, biaya sewa, dan sebagainya. 

"Ini untuk mengantisipasi kondisi buka tutup. Jadi nanti begitu dine in ditutup maka harus segera shifting ke delivery/digital channel. Ini yang bisa dilakukan oleh pemain resto. Mesti harus ke delivery, ini yang saya sebut creative channel, misalnya jual via whatsapp group, jual lewat instagram, selain delivery kurir, dan bahkan bisa melalui web / mobile aplikasi usaha itu," ujarnya. 

Yuswo memandang diversifikasi bisnis kafe-resto ke arah digital adalah suatu hal yang niscaya. Artinya konsep 'take-away' atau membawa pulang pesanan ini harus dapat menjadi peluang pengembangan bisnis mereka, di tengah kebijakan buka-tutup pembatasan. 

"Jadi begitu ditutup, dia akan ke digital, kalo dibuka akan dine-in, nah pemain resto harus punya kesiapan untuk punya dua channel itu dan punya sumber pendapatan yang  dua itu, ga bisa mengandalkan dine-in saja, perlu diversifikasi ke digital," terangnya. 

Meskipun perubahan ke arah digital tidak 'semudah membalikkan telapak tangan', di tengah maraknya digitalisasi, proses transformasi ini dinilai Yuswo akan mendidik para pelaku usaha. 

"Saya yakin mereka akan survive. Pasar itu akan mendidik mereka untuk bertahan, mendorong, mengarahkan, dan memaksa mereka untuk terus hidup, dan pilihannya ada disitu, pilihannya mereka akan mulai mengabil channel baru untuk mendapatkan omset melalui delivery, take away atau sosmed digital channel," tukasnya.

(SANDY)

SHARE