Jika The Fed Naikkan Suku Bunga Lagi, Ekonomi Negara Berkembang Bakal Terpukul
Pesan yang disampaikan oleh Ketua Federal Reserve, Jerome Powell dalam konferensi bank sentral Amerika Serikat tempo hari menumbuhkan ketegangan ekonomi.
IDXChannel - Pesan yang disampaikan oleh Ketua Federal Reserve, Jerome Powell dalam konferensi bank sentral Amerika Serikat tempo hari, tak hanya menambah ketegangan perekonomian negara maju, namun juga memukul kondisi pasar negara berkembang.
Menurut Peter Blair Henry seorang profesor dan dekan emeritus dari New York University Stern School of Business dalam Reuters pada Senin (29/8/2022) momen ini merupakan yang tersulit bagi The Fed.
"Kredibilitas 40 tahun terakhir dipertaruhkan, jadi mereka akan menurunkan inflasi apa pun yang terjadi, termasuk jika itu berarti kerusakan jaminan di negara berkembang," katanya.
Suku bunga The Fed ini mendorong kenaikan biaya pinjaman dan memicu permasalahan utang lainnya di negara berkembang. Likuiditas ke pasar AS pun akan bertambah, mendorong premi risiko pasar negara berkembang, sehingga membuat pinjaman akan semakin sulit.
Belum lagi, mata uang dolar yang terus menguat terhadap sebagian besar mata uang, memicu inflasi impor di pasar negara berkembang.
Negara seperti China dan India terlihat cukup baik dalam menjaga perekonomiannya, namun lain halnya dengan sejumlah negara kecil dari Turki dan Argentina akan tergilas menderita.
"Kami memiliki sejumlah ekonomi perbatasan, dan negara-negara berpenghasilan rendah yang telah melihat penyebarannya meningkat ke apa yang kami sebut tingkat kesulitan atau mendekati tingkat kesulitan, jadi 700 basis poin menjadi 1.000 basis poin," kata kepala ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas dalam Reuters, Senin (29/8/2022).
Menurutnya, 60% dari negara-negara besar memiiliki penghasilan yang rendah. Setidaknya ada 20 negara berkembang dan ekonomi perbatasan yang berada dalam situasi ini, mereka masih memiliki akses pasar tetapi kondisi utangnya sangat terpuruk.
"Ada beberapa ekonomi perbatasan seperti Sri Lanka, Turki dan sebagainya yang akan terpukul jika The Fed menaikkan suku bunga dan suku bunga tetap tinggi," kata Eswar Prasad, seorang profesor ekonomi di Cornell University dalam Reuters.
Monitor S&P Global saat ini mempertimbangkan risiko pendanaan pinjaman ke Afrika Selatan, Argentina, dan Turki, sambil melihat risiko kredit perusahaan keuangan di sejumlah negara termasuk China, India, dan Indonesia.
Kondisi ini tak terelakkan bagi The Fed, selain melanjutkan pengetatan kebijakan moneternya. Prasad menilai bahwa usaha The Fed menaikkan suku bunga tinggi masih berlanjut dalam waktu yang lama dan menghantam kondisi pasar negara berkembang. (TYO)
Penulis: Ribka Christiana