ECONOMICS

Kadin: Industri RI Banyak Yang Masih Terpuruk Akibat Pandemi

Oktiani Endarwati 05/01/2022 06:29 WIB

Memasuki 2022, masih banyak industri nasional yang masuk belum pulih akibat dampak pandemi covid-19.

Kadin: Industri RI Banyak Yang Masih Terpuruk Akibat Pandemi (FOTO: Ilustrasi/MNC Media)

IDXChannel - Memasuki 2022, masih banyak industri nasional yang masuk belum pulih akibat dampak pandemi covid-19. Namun, kalangan pengusaha optimis, tahun ini industri manufaktur mampu tumbuh 5 persen.

Koordinator Wakil Ketua Umum III Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kadin Indonesia Shinta Kamdani mengaku optimis pertumbuhan industri manufaktur akan tumbuh 4,5% hingga 5% di tahun 2022. 

Meski begitu, ia mengunkapkan, masih ada sejumlah tantangan bagi industri manufaktur seperti kendala cash flow, kelangkaan kontainer ekspor, mahalnya biaya logistik perdagangan dan akses financing yang masih agak sulit untuk terjangkau. Apalagi masih banyak industri dalam negeri yang masih belum pulih dari pandemi, mulai dari garmen, kertas, karet hingga industri elektronik.

"Pemulihan kinerja industri hingga kuartal III/2021 hanya terjadi di beberapa sektor seperti makanan dan minuman, kimia dan obat-obat, industri logam dasar, industri otomotif. Tapi masih banyak industri yang belum pulih seperti garmen, kertas, karet, industri elektronik karena permintaannya belum pulih sepenuhnya," ujarnya dalam Market Review IDX Channel, Selasa (4/1/2022).

Shinta mengatakan, faktor pengendalian pandemi dan kecepatan transisi kebijakan dari fase pandemi ke fase endemi menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan industri manufaktur. Mayoritas industri manufaktur nasional masih mengandalkan pertumbuhan permintaan pasar dalam negeri khususnya untuk kelas menengah.

"Pertumbuhan permintaan tersebut tidak bisa didongkrak tanpa ada pengendalian pandemi yang baik secara konsisten. Walaupun sudah melandai, masih ada varian omicron sehingga kita tetap harus waspada," tuturnya.

Selanjutnya, reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing iklim usaha dan investasi di sektor manufaktur. "Peningkatan daya saing iklim usaha sangat penting karena kita banyak kompetitor dari negara-negara tetangga. Jadi pembiayaan yang masih lebih tinggi, masalah ketenagakerjaan, adopsi teknologi menjadi kunci lebih mendorong industri manufaktur," jelas Shinta.

Terakhir, pembenahan rantai pasokan industri manufaktur nasional. Hal ini karena masih banyak industri dalam negeri yang ketergantungan impor pada bahan baku dan bahan penolong.

"Tentu saja Indonesia harus memposisikan supaya bisa menjadi bagian dari global value chain. Harus ada diversifikasi terhadap impor bahan baku dan bahan penolong industri manufaktur," tutup Shinta. (RAMA)

SHARE