ECONOMICS

Kawasan Berikat Dituding Jadi Pintu Masuk Utama Barang Impor Ilegal

Taufan Sukma/IDX Channel 16/10/2023 15:31 WIB

dalam tiga bulan terakhir Kemenperin secara intemsif melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah PLB yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kawasan Berikat Dituding Jadi Pintu Masuk Utama Barang Impor Ilegal (foto: MNC Media)

IDXChannel - Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, menduga keberadaan Kawasan Berikat (KB) hingga Pusat Logistik Berikat (PLB) selama ini telah menjadi pintu masuk utama bagi barang-barang impor ilegal ke Indonesia.

"Satu contoh, kawasan berikat. Belum lagi kalau Saya angkat soal PLB. Ini problem besar. Ini pintu bagi barang-barang ilegal untuk masuk ke Indonesia," ujar Agus, di Jakarta, Senin (16/10/2023).

Dugaan tersebut disimpulkan Agus setelah dalam tiga bulan terakhir secara intemsif melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah PLB yang tersebar di seluruh Indonesia.

Pelaksanaan sidak tersebut dipimpin oleh Direktorat Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin.
 
"Saya bisa sampaikan secara tegas, sesuai dengan apa yang jadi prediksi kita. Kita temukan di lapangan, PLB-PLB, praktik-praktik yang tidak sesuai, yang pada gilirannya pasti secara langsung akan mencederai industri dalam negeri kita," tutur Agus.

Sementara, terkait keberadaan Kawasan Berikat (KB), Agus mengakui bahwa selama ini pihaknya cukup kesulitan dalam mengumpulkan data industri dan produk yang ada di kawasan tersebut.

Agus menyebut kesulitan terjadi lantaran secara struktur administratif, KB tidak berada di bawah naungan Kemenperin, melainkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu).

"Sehingga kami tidak memiliki data lengkap dan rinci terkait kawasan berikat. Padahal (KB) ini jadi salah satu titik masuk produk impor, yang seharusnya diprioritaskan untuk pasar ekspor, tapi justru malah membanjiri pasar dalam negeri," ungkap Agus.

Bahkan, Agus mengeklaim bahwa pihaknya sampai harus menurunkan tim ke lapangan untuk melakukan identifikasi.

Dari studi di lapangan, tercatat setidaknya ada 1.400 kawasan berikat berskala kecil hingga besar di seluruh Indonesia.
 
Kondisi ini ditegaskan Agus menjadi masalah yang cukup problematik, dan sulit untuk dicarikan solusinya.

"Ini problem ketika kita tidak mau terbuka satu sama lain. Sembunyikan data, sehingga kami sebagai pembina industri dalam negeri tidak bisa melakukan tugas dengan baik dan maksimal. Jadi transparansi data sangat perlu dan penting, apalagi terkait pengetatan impor," papar Agus.

Agus menjelaskan, upaya pengendalian impor di Indonesia memang menghadapi banyak tantangan, mulai dari banyaknya produk impor masuk tanpa pemeriksaan SNI di kawasan pabean (border), lemahnya pengawasan termasuk di kawasan berikat, hingga lemahnya tata niaga impor karena tidak berbasis data industri hingga maraknya impor ilegal.
 
Belum lagi, Agus juga mengungkap adanya keterlibatan pihak-pihak yang memiliki 'kekuatan', sehingga nyaris tak tersentuh.

"Masalah pengendalian impor memang kompleks. Lebih kompleks lagi kalau dalam pelaksanaan di lapangan kita berhadapan dengan kekuatan yang kuat. Kelompok-kelompok yang kuat, atau mafia," keluh Agus.

Karenanya, Agus menekankan perlunya sinergi dan kolaborasi yang baik antara semua pemangku kepentingan terkait. Agus menyebut kolaborasi dalam pengetatan impor diperlukan agar industri dalam negeri tidak terdampak, sehingga tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri manufaktur.
 
Sebagai sektor yang jadi kontributor terbesar bagi PDB nasional, manufaktur perlu terus didorong oleh kolaborasi yang erat.

"Maka memang diperlukan kerja sama, kolaborasi yang baik. Kolaborasi tanpa dusta oleh semua kementerian/lembaga, stakeholders yang terlibat," tegas Agus. (TSA)

SHARE