Kemenperin Sidak K3L, Produk Impor Senilai Rp10,2 M Terbukti Tak Kantongi SNI
jika dibiarkan tetap beredar, maka berpotensi merugikan konsumen dan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.
IDXChannel - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menggelar operasi mendadak (sidak) sebagai bentuk penertiban penerapan azas keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan hidup (K3L) di kalangan pelaku industri.
Sidak dilakukan melalui Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, dengan menyasar jalur distribusi produk elektronik yang beredar di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Dalam aksi tersebut, sebanyak puluhan ribu speaker dengan nilai jual hingga Rp10,2 miliar telah diamankan, lantaran tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Menurut Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, sebanyak 25.257 unit speaker aktif yang diamankan dari tiga perusahaan tidak memiliki Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Karenanya, jika dibiarkan tetap beredar, maka berpotensi merugikan konsumen dan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.
"Kami akan terus memastikan bahwa produk-produk yang beredar di Indonesia memenuhi standar yang telah ditetapkan," ujar Agus, dalam keterangan resminya, Jumat (19/7/2024).
Agus menjelaskan, pengawasan terhadap produk industri merupakan langkah penting untuk menegakkan ketertiban dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku terkait azas K3L.
Sebelumnya, Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin telah melakukan pengawasan terhadap produk-produk elektronik yang beredar di Provinsi DKI Jakarta.
Terdapat produk di luar standar yang berasal dari tiga perusahaan yakni PT BSR sebanyak 24.099 unit dengan nilai sekitar Rp8,6 miliar, PT SEI sebanyak 353 unit dengan nilai sekitar Rp1,4 miliar, dan PT PIS sebanyak 805 unit dengan nilai sekitar Rp281,7 juta.
"Ketiganya diwajibkan untuk menghentikan kegiatan impor dan dilarang untuk mengedarkan produk tersebut," ujar Kepala BSKJI Kemenperin, Andi Rizaldi, dalam konferensi pers terkait hasil pengawasan Kemenperin.
Menurut Andi, temuan ini terkait ketidakpatuhan pelaku usaha dalam memenuhi ketentuan SNI yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan SNI Audio Video dan Elektronika Sejenis secara wajib.
Hasil pengawasan terhadap PT BSR, PT SEI, dan PT PIS pada bulan Juli 2024 di Jakarta, menunjukkan adanya produk speaker aktif hasil importasi dari RRT yang tidak memiliki SPPT-SNI.
"Kami mengimbau seluruh pelaku usaha untuk mematuhi regulasi yang telah ditetapkan, termasuk keharusan pelaku usaha memiliki SPPT-SNI pada produk yang diwajibkan," ujar Andi. (TSA)