ECONOMICS

Lazada Dikabarkan PHK Karyawan, Intip Kinerja Keuangan dan Saham Sang Induk

Maulina Ulfa - Riset 26/09/2023 10:10 WIB

Platform e-commerce kenamaan Asia, Lazada, dikabarkan kembali melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sejumlah unit bisnis kunci.

Lazada Dikabarkan PHK Karyawan, Intip Kinerja Keuangan dan Saham Sang Induk. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Platform e-commerce kenamaan Asia, Lazada, dikabarkan kembali melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sejumlah unit bisnis kunci. Rumor ini berhembus dari postingan akun @ecommurz dalam unggahan Instagramnya, Senin (25/9/2023).

Dalam unggahan tersebut, juga dikabarkan bahwa karyawan Lazada diberikan pilihan untuk di-PHK atau dipindahkan ke tim lain dengan proses reinterview.

“Para karyawan mengeluhkan kurangnya otonomi, dengan tim di Indonesia selalu mengerjakan perintah dari tim regional dan tim dari China Daratan,” ujar postingan @ecommurz.

PHK di dunia start-up masih menjadi momok di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi global dan ekonomi China yang masih berjuang untuk pulih.

Di sisi lain, persaingan e-commerce kian sengit ketika banyak platform seperti TikTok yang tengah menghadapi pelarangan dari pemerintah RI dan juga Shopee yang tengah berjuang memperbaiki kinerja keuangannya.

Kinerja Alibaba Group dan Lazada

Raksasa perdagangan asal China, Alibaba Group Holding melakukan perubahan besar pada struktur bisnisnya. Termasuk di antaranya melakukan investasi tambahan USD845 juta atau setara Rp13,02 triliun (kurs Rp15.406 per USD) untuk Lazada per 20 Juli lalu.

Lazada menjadi unit ritel online milik Alibaba Group di Asia Tenggara yang kini tengah fokus memperluas ekspansi bisnisnya.

Lazada beroperasi di bawah Alibaba International Digital Commerce Group, yang juga mencakup AliExpress, Trendyol, dan Daraz.

Berdasarkan laporan keuangan terbaru untuk kuartal yang berakhir 30 Juni 2023, Alibaba Group Holding Ltd. mencatatkan pendapatan yang mencapai RMB234,16 miliar (setara USD32,29 miliar), atau meningkat 14 persen secara year on year (yoy).

Pendapatan dari segmen Alibaba International Digital Commerce Group juga meningkat 41 persen mencapai RMB22,12 miliar. (Lihat tabel di bawah ini.)

Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemegang saham mencapai RMB34,33 miliar (setara USD4,74 miliar) dan laba bersih sebesar RMB33 miliar (setara USD4,55 miliar).

Laba bersih non-GAAP Alibaba mencapai RMB44,92 miliar (setara USD6,2 miliar), meningkat 48 persen yoy.

Alibaba juga melantai di bursa New York dengan kinerja saham melemah 5,18 persen secara year to date (YTD). (Lihat grafik di bawah ini.)

Dalam laporan keuangan tersebut, sebagai unit bisnis yang tergabung dalam Alibaba International Digital Commerce Group, disebutkan bahwa Lazada mencatat pertumbuhan pesanan dua digit yoy pada kuartal ini.

Lazada juga disebut terus meningkatkan tingkat monetisasi dengan menawarkan lebih banyak layanan bernilai tambah kepada pedagang. Sebagai hasil dari peningkatan monetisasi dan efisiensi operasional, kinerja keuangan unit Lazada terus meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

“Alibaba mencapai kuartal yang solid seiring kami terus melaksanakan reorganisasi yang sedang dimulai melepaskan energi baru di seluruh bisnis kami,” kata Daniel Zhang, Chairman dan Chief Executive Officer Grup Alibaba.

Toby Xu, Chief Pejabat Keuangan Grup Alibaba menambahkan, momentum bisnis yang kuat dan fokus pada efisiensi operasional di seluruh bisnis, Alibaba mencapai kinerja keuangan yang kuat pada kuartal kedua tahun ini.

Alibaba juga disebut akan mempertajam fokus strategi bisnis tahun ini pada dua tema utama. Di antaranya “mengutamakan pengguna” dan “pemanfaatan kecerdasan buatan”, menurut CEO baru Alibaba, Eddie Wu Yongming.

“Ketika model internet tradisional menjadi semakin homogen dan menghadapi tekanan kejenuhan yang kompetitif, teknologi baru seperti AI muncul sebagai mesin baru pertumbuhan bisnis global. Kami akan mengkalibrasi ulang operasi kami berdasarkan dua strategi inti ini dan membentuk kembali prioritas bisnis kami,” kata Wu dilansir South China Morning Post, 12 September 2023

Persaingan E-commerce Makin Ketat

Era bisnis e-niaga menuntut persaingan yang semakin ketat terutama di Asia Tenggara.

Sea Ltd yang merupakan induk Shopee beberapa waktu lalu mengatakan kepada investornya bahwa perusahaan yang dipimpin oleh Forrest Li akan ‘meningkatkan kembali’ investasi untuk mengejar pertumbuhan bisnis e-commerce nya.

Langkah ini diambil setelah kinerja keuangan sang induk Shopee kembali kurang memuaskan pada kuartal kedua tahun ini.

Pada Selasa, 15 Agustus lalu, perusahaan melaporkan pendapatan yang meleset dari ekspektasi analis, yaitu USD3,1 miliar versus USD3,2 miliar yang diharapkan menurut perkiraan konsensus Refinitiv.

Sementara sebagai pemain baru, TikTok secara agresif mendapatkan daya tariknya di kancah e-commerce Asia Tenggara.

Platform video pendek, yang dimiliki oleh raksasa teknologi China ByteDance ini menawarkan fitur ritel digital yang dikenal sebagai TikTok Shop, yang memulai debutnya di 10 negara anggota ASEAN pada tahun 2021.

Sejak itu, perkiraan pendapatan kotornya telah meningkat di mana nilai barang dagangan (GMV) naik tujuh kali lipat.

Sentimen konsumen di Asia Tenggara juga mengalami perubahan, menurut survei yang dilakukan oleh perusahaan riset Cube Asia.

Survei tersebut mengungkapkan bahwa pembelanjaan konsumen di TikTok Shop mengurangi pembelanjaan mereka di Shopee (-51 persen), Lazada (-45 persen), dan Offline (-38 persen) di Indonesia, Thailand, dan Filipina.

Guna menghadapi persaingan ini, pemerintah Indonesia akhirnya resmi melarang praktik social commerce dalam fitur TikTok Shop.

Fitur ini akan melarang penjual untuk melarang platform media sosial TikTok. Hal ini sejalan dengan Permendag No. 50/2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang resmi direvisi.

Fakta ini membuat persaingan e-commerce semakin panas di Indonesia di mana akan menguntungkan platform lain seperti Lazada. (ADF)

SHARE